Ahmad Basarah: Bung Karno Menolak Ateisme dalam Pancasila

Jumat, 08 Februari 2019 – 08:47 WIB
Ahmad Basarah. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, CIANJUR - Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, para pendiri bangsa khususnya Proklamator RI Bung Karno menolak konsep ateisme dalam sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dirumuskan dalam kandungan nilai-nilai Pancasila dan sikap ideologis.

Penolakan itu, kata Basarah, disampaikan Bung Karno dalam pidatonya di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) tanggal 1 Juni 1945 ketika menyampaikan gagasannya tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

BACA JUGA: TGB Peringatkan Ada Hoaks soal Agama yang Dimainkan Pekan Ini

Saat menjelaskan tentang sila Ketuhanan, Bung Karno menerangkan makna filosofi yang terkandung di dalamnya antara lain, tiap-tiap bangsa Indonesia bertuhan, bahkan bangsa Indonesia pun menjadi bangsa yang bertuhan. Dari penegasan Bung Karno tersebut secara jelas sila Ketuhanan dalam Pancasila menolak konsep ateisme sebagaimana dianut dalam ideologi komunisme.

Belakangan ini, ateisme menjadi tren karena ucapan akademisi filsafat Rocky Gerung. Pasalnya, Rocky menilai Pancasila memungkinkan warga negaranya untuk memilih agama, atau bahkan sama sekali tidak beragama alias ateis.

BACA JUGA: Pesan Yenny Wahid Buat Fadli Zon: Kalau Bela Prabowo Jangan Hina Ulama

Wakil Ketua MPR RI ini menyadari Pancasila bukanlah ideologi tertutup yang tidak bisa diberi makna apa pun oleh setiap warga negaranya. Akan tetapi Pancasila juga bukan ideologi terbuka yang boleh ditafsir secara bebas dan serampangan oleh setiap orang. Menurut penjelasan Bung Karno, kata dia, Pancasila adalah bukan ideologi yang bersifat tertutup ataupun terbuka, namun Pancasila sebagai ideologi yang bersifat dinamis.

(Baca: Kubu Jokowi Minta Isu PKI Tidak Diangkat Lagi)

BACA JUGA: Survei PoliticaWafe: Jokowi - Maruf Kalahkan Prabowo - Sandiaga di Media Sosial

Pancasila adalah filsafat berbangsa dan bernegara yang merupakan konsensus para pendiri negara yang digali dari kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. "Rujukan pemahaman atas sila-sila Pancasila tersebut tidak bisa dipisahkan dari maksud para pembentuk Pancasila saat itu," kata dia di sela-sela Safari Politik Kebangsaan PDI Perjuangan di Cianjur, Kamis (7/2).

Dia melanjutkan, betapa kacaunya filsafat berbangsa dan pedoman bernegara jika 260 juta lebih rakyat Indonesia membuat tafsir sendiri-sendiri tentang sila-sila Pancasila dengan sebebas-bebasnya.

"Sebagai ideologi dinamis, Pancasila memang dapat berkembang mengikuti dinamika zamannya, akan tetapi falsafah dasarnya harus tetap berpedoman pada maksud para pembentuk Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sebagaimana kesepakatan hasil sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang menerima pidato 1 Juni 1945 Bung Karno sebagai dasar falsafah Indonesia merdeka hingga mengalami perkembangan dalam naskah Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan 22 Juni 1945 dan mencapai kesepakatan teks final rumusan sila-sila Pancasila 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)," kata Basarah.

Bahkan, kata Basarah, Bung Karno menjelaskan atas paham ketuhanan tersebut. Yaitu, tiap-tiap bangsa Indonesia menjalankan perintah Tuhannya dengan cara yang leluasa.

"Bahkan Bung Karno memberi contoh dalam menjalankan perintah Tuhannya itu. Yang beragama Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, yang beragama Kristen menurut petunjuk Isa Almasih. Dan agama-agama yang lain menurut petunjuk rasul-rasul, nabi-nabi, dan tokoh-tokoh agama dan kepercayaannya," tambah Basarah.

Pidato tersebut kemudian diterima secara aklamasi oleh peserta sidang BPUPK. Dengan demikian dasar falsafah sila-sila Pancasila yang dijelaskan Bung Karno dalam sidang BPUPK tersebut menjadi prinsip dasar yang terkandung dalam semua sila Pancasila termasuk sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Dengan demikian tafsir bebas yang mengatakan bahwa Pancasila membolehkan warga negara kita menjadi atheis atau tidak bertuhan adalah pandangan dan sikap Ketuhanan yang berbeda dan bertentangan dengan maksud para Pembentuk Pancasila dan Pembentuk Negara, serta dapat merusak prinsip dasar bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan" tandas Basarah. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kiai se-Jabodetabek ke Istana, Jokowi Dapat Berlimpah Doa


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler