jpnn.com, JAKARTA - Manuver politik yang dilakukan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dinilai dapat merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Malahan, bakal merugikan partai berlambang pohon beringin sendiri.
Pangkalnya, kata pengamat politik jebolan doktor ilmu Univesitas Indonesia, Reza Hariyadi, langkah tersebut terkesan mengikuti Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar akan menyampaikan aspirasi petani Sawit di Riau agar periode Presiden Jokowi diperpanjang.
BACA JUGA: Airlangga: Saya Tidak Ingin Mendengar Ada Keluhan Masyarakat
"Jika, sampai terjadi perpanjangan masa presiden. Maka, Airlangga akan dicatat sejarah Partai Golkar dan bangsa ini merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun. Meskipun, ini aspirasi. Harusnya berikan pendidikan politik pada petani. Bahwa itu bertentangan dengan konstitusi," kata Reza kepada wartawan, Kamis (24/2) malam.
Dia menjelaskan, pembatasan masa jabatan presiden harus dilakukan untuk menjaga sistem demokrasi agar berjalan sesuai konstitusi dan mencegah pemerintahan yang otoriter dan korup.
BACA JUGA: Krisis Minyak Goreng dan Kedelai, Airlangga Dinilai Gagal Sebagai Koordinator
"Perpanjangan masa presiden menjadi kontraproduktif dengan sistem politk di Indonesia. Ini bertentangan dengan antusiasme rakyat menyosong pemilu serentak 2024," beber dia.
Semestinya, Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar menolak aspirasi perpanjangan masa jabatan presiden. Apalagi, partai berlambang pohon beringin ini sudah matang secara organisasi dan demokrasi internalnya berjalan baik.
BACA JUGA: Penjelasan Airlangga soal JHT Malah Beri Harapan Palsu kepada Pekerja
"Jangan dirusak lah. Ikuti Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, presiden itu dibatasi," tegas dia. "Tak ada alasan perpanjangan masa presiden sekarang," tandas dia.
Hal senada dikatakan, Pakar hukum tata negara, Margarito Khamis. Dia menyatakan, harus mengamendemen konstitusi atau UUD 1945 jika Muhaimin Iskandar ingin melakukan penundaan pemilu.
Dia menilai, tidak ada landasan hukum untuk menunda pesta demokrasi lima tahunan tersebut, karena telah diatur dalam UUD 1945. Namun, itu bisa dilakukan jika dua partai itu mengubah UUD 1945.
"Silakan saja ubah UUD 1945 atau Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit untuk perpanjangan dirinya sebagai presiden RI. Itu silakan saja. Biar rakyat menilai," kata Margarito.
Bahkan, Margarito mendorong, Ketua Umum PKB memprakarsai amandemen UUD 1945 agar Presiden Jokowi diperpanjang hingga dua tahun. Hanya ini jalannya jika hendak memaksakan Jokowi sampai 2027.
"Saat ini darimana bisa diperpanjang kalau tidak ubah UUD 1945 atau Presiden Jokowi keluarkan dekrit. Ini aneh. Kalau sudah begini biar rakyat menilia," tandas dia. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil