Karenanya, Panwaslu meminta dua pasangan itu agar mensosialisasikan hal tersebut kepada para pendukung maupun simpatisan mereka. "Deklarasi ini penting untuk membendung isu SARA yang dalam beberapa waktu terakhir ramai di tengah masyarakat DKI Jakarta," kata Ketua Panwaslu, Ramdansyah di kantornya, Minggu (12/8).
Hadir pula dalam acara tersebut antara lain perwakilan dari dua pasangan bersama enam tokoh agama di Indonesia. Dorongan untuk menggelar Deklarasi Stop SARA tersebut makin kuat menyusul dugaan politisasi SARA dalam ceramah Rhoma Irama di Masjid Al Isra di Jakarta Barat, 29 Juli 2012 lalu. Rhoma secara terang-terangan menyerang etnis dan agama pasangan Jokowi-Ahok.
"Banyak juga melalui SMS dan spanduk. Untuk spanduk-spanduk yang terkait SARA sudah kami cabut. Sudah kami selesaikan kalau yang tersebar secara tulisan," kata Ramdan.
Sementara perwakilan dari tokoh agama dari MUI, Syamsul Maarif menyatakan bahwa media massa harus membantu agar persoalan SARA tidak tersebar luas dan menimbulkan pertikaian. Ia meminta semua masyarakat menerima segala perbedaan yang ada. "Kita dukung penuh apa yang dilakukan oleh Panwaslu ini," tutur Syamsul.
Sedangkan Ronny Ong dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) menambahkan, masyarakat Jakarta tidak akan terprovokasi dengan isu SARA. Pihak-pihak yang meneghembuskan isu SARA, kata dia, tidak mengerti mengenai perbedaan setiap agama.
"Semua di bumi ini adalah saudara. Apakah karena agama kita lalu menjadi terkotak-kotak. Tentu tidak. Indahnya pelangi asalnya dari mentari. Warna pelangi mempunyai kepekatannya masing-masing. Tak ada warna yang bisa terwakilkan. Jadi belajarlah memahami perbedaan," ungkapnya.(flo/jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi