Aji Kecam Kekerasan kepada Jurnalis Saat Liput Aksi 112

Sabtu, 11 Februari 2017 – 19:28 WIB
ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - jpnn.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras intimidasi dan kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum peserta Aksi 112 terhadap dua jurnalis Metro TV dan satu dari Global TV di lingkungan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2).

AJI Jakarta mendorong jurnalis yang menjadi korban dan perusahaan persnya untuk melaporkan kasus kekerasan itu ke kepolisian. Kasus ini harus diusut hingga tuntas sehingga kekerasan terhadap jurnalis tidak berulang.

BACA JUGA: Jumlah Penumpang Melonjak, KCJ Aktifkan 6 Loket Mobile

Tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kegiatan jurnalistik bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

"Tindakan kekerasan terhadap jurnalis jelas melawan hukum dan mengancam kebebasan pers," kata Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim dalam siaran persnya, Sabtu (11/2).

BACA JUGA: Antisipasi Arus Balik, KCJ Operasikan 2 KRL Tambahan

Tindakan kekerasan ini mencerminkan pelaku tidak menghargai dan menghormati profesi jurnalis.

Padahal jurnalis dilindungi oleh UU Pers dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik.

BACA JUGA: Anies, AHY, Sandi Bergandeng Tangan, Aa Gym: Bahagianya

Pasal 8 UU Pers dengan jelas menyatakan dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial, seperti diatur pasal 3. AJI Jakarta menyatakan, tekanan dan tindakan kekerasan akan menghalangi hak publik untuk memperoleh berita yang akurat dan benar karena jurnalis tidak bisa bekerja dengan leluasa di lapangan. “Padahal jurnalis bekerja untuk kepentingan publik," kata Nurhasim.

Kasus kekerasan itu bermula saat dua jurnalis Metro TV, Desi Bo (reporter) dan Ucha Fernandes (kameraman), sedang meliput aksi 11 Februari 2017 atau Aksi 112 sekitar pukul 11.00 WIB sekitar Masjid Istiqlal. Karena mengetahui kedua jurnalis dari Metro TV, tiba-tiba dari kerumunan massa mengusir mereka.

Dari keterangan yang dikumpulkan oleh AJI Jakarta, kedua jurnalis Metro TV saat itu mengambil gambar di depan pintu masuk Al Fatah Masjid Istiqlal di sisi timur laut, seberang Gereja Katedral. Belum sempat masuk, terdengar suara dari belakang “Usir Metro TV... usir Metro TV.”

Keduanya digiring oleh massa dan dicaci maki, diintimidasi, dan disuruh keluar dari lingkungan masjid. Ucha Fernandes diduga dipukuli di bagian perut, leher, dan kaki. Sedangkan kepala Desi diduga dipukul menggunakan bambu dan terluka. Setelah babak belur, keduanya bisa dikeluarkan dari kerumuman massa.

Juru kamera Global TV Dino juga diduga diintimidasi saat meliput aksi tersebut. Dia dituduh tidak sopan saat menyebut nama pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Sihab, tanpa menyertakan sebutan Habib. Massa memaksa dia untuk menambahkan kata “Habib” saat menyebut Rizieq Shihab. Kasus lainnya yakni Jumat malam, 10 Februari 2017, mobil Kompas TV diusir oleh oknum massa Aksi 112 dari lingkungan Masjid Istiqlal.

Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung, selain bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP, pelaku intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis bisa dijerat pasal 18 UU Pers. Sebab, mereka diduga secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik. Ancamannya hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

“Karena itu, kami mendorong jurnalis yang menjadi korban dan perusahaan pers melaporkan tindakan kekerasan ini ke kepolisian,” ujar Erick.

Dia mengatakan, kekerasan terhadap jurnalis berulang karena pelaku dalam kasus sebelumnya tidak diadili.

Anggota masyarakat seharusnya tidak main hakim sendiri. Bila keberatan dengan pemberitaan di media, gunakan mekanisme protes secara beradab dengan cara melaporkan media ke Dewan Pers.

AJI mengimbau jurnalis mentaati kode etik jurnalistik dan bekerja profesional. AJI juga mengimbau untuk mengutamakan keselamatan saat meliput aksi massa yang berpotensi konflik dan tidak menghargai para jurnalis.

Selain itu, AJI Jakarta mendorong pemimpin redaksi memperhatikan keselamatan dan keamanan jurnalisnya yang meliput aksi massa yang berpotensi konflik dan mengancam kerja-kerja jurnalistik. Perusahaan media harus bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan jurnalisnya yang sedang bertugas.

Kasus kekerasan serupa juga dilakukan oleh oknum peserta aksi pada 4 November dan 2 Desember 2016 lalu terhadap beberapa jurnalis. Sampai saat ini, pengaduan di Kepolisian Jakarta Pusat yang disampaikan oleh jurnalis Kompas TV pada awal November belum jelas pengusutannya.

Dalam kesempatan ini, AJI Jakarta mendorong Polres Jakarta Pusat untuk serius mengusut pelaku kekerasan yang memukuli jurnalis Kompas TV pada awal November tahun lalu.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anies Baswedan: Ini Luar Biasa


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler