jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Ketenagakerjaan dari Universitas Brawijaya Budi Santoso menyatakan keinginan para pengemudi ojek online (ojol) untuk legalitas status dinilai perlu pertimbangan yang matang.
Sebab, lanjutnya, jangan sampai karena menginginkan status saja justru merugikan para pengemudi ojol.
BACA JUGA: Kawal Demo Ojol, PBHI Sorot Investasi Tak Sejahterkan Para Driver
“Jika statusnya hubungan kerja, maka para pengemudi ojol juga harus siap dengan konsekuensinya. Seperti harus siap dirumahkan jika bisnis sedang tidak bagus dan terpaksa ada pengurangan tenaga kerja,” kata Budi Santoso dalam keterangnya, Senin (9/9).
Dia menjelaskan sejatinya sudah ada platform perusahaan kurir atau pengantaran barang yang status pengemudinya adalah pekerja.
BACA JUGA: Iseng Ikut Undian, Pengemudi Ojol Asal Depok Ini Bawa Pulang Mobil Mewah
“Namun, karena bisnis sedang tidak baik, belum lama ini dia melakukan efisiensi dan mengurangi jumlah sumber daya manusia (SDM)-nya. Itu juga harus jadi pertimbangan para pengemudi ojol Ketika mengajukan tuntutan,” lanjutnya.
Dia menyebutkan jika status ojol diformalkan, aplikator sebagai perusahaan pemberi kerja juga memiliki hak dalam menentukan atau meningkatkan persyaratan dalam merekrut pekerjanya.
BACA JUGA: Anies Masih Punya Peluang Maju di Pilkada Jakarta, 4 Partai Ini Bisa Berkoalisi
“Sehingga besar kemungkinan akan banyak ojol yang tidak masuk kriteria oleh aplikator. Sementara dengan usia tersebut mereka juga akan kesulitan mencari pekerjaan di sektor atau perusahaan lain,” jelas Budi.
Oleh karenanya, menurut Budi, skema kemitraan seperti yang ada saat ini sudah lebih baik ketimbang menuntut status yang lebih terikat.
Apalagi, ojol sebagai pekerja gig seharusnya memiliki waktu yang fleksibel dalam mengatur jam kerja.
Dia menjelaskan saat ini dari sisi legalaitas ojol itu sudah legal dan ada di Peraturan Kementerian Perhubungan (Permenhub). Namun, belum dijelaskan secara tegas hubungan antara pengemudi ojol dengan aplikator.
Budi memahami sebenarnya yang mendasari tuntutan pengemudi ojol dikarenakan faktor pendapatan mereka yang menurun.
"Sekarang dengan semakin bertambahnya jumlah ojol, potensi pendapatan jadi lebih sedikit. Jadi, menurut saya ini wajar dan dibatasi mereka juga pasti akan demo,” tuturnya.
Untuk itu, Budi menekankan kembali ada dampak yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan jika memang pengemudi ojol tetap ingin memformalitaskan statusnya tersebut.
“Jadi, menurut saya percuma jika hanya menuntut soal status kalau upahnya nanti sama rendah,” katanya.
Terkait tarif dan potongan dari aplikator, menurut Budi, sejatinya juga telah disepakati oleh seluruh stakeholder, begitu juga dengan batas bawah dan atasnya.
“Apakah benar dugaan dari para pengemudi ojol bahwa penerapannya dilapangan melebihi dari ketentuan, dan bagaimana penggunaan dana yang dikumpulkan dari para pengemudi ojol tersebut, apakah penggunaannya sudah tepat, karena harus dikembalikan lagi kepada mitra ojol manfaatnya. Evaluasi ini yang kita tunggu dari pemerintah,” kata Budi. (mcr8/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... YA Sebar 59 Video Porno Anak dan Orang Dewas Lewat Telegram
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Kenny Kurnia Putra