jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan keterbatasan pada penanggulangan tuberkulosis (TBC).
Menurut dia, situasi pandemi Covid-19 yang saat ini melandai di Indonesia menjadi kesempatan untuk mengejar penanggulanangan TBC.
BACA JUGA: Seperti Firasat, Vanessa Angel Beri Bayaran Lebih
Hal ini disampaikan Nila pada webinar virtual bertajuk 'TBC di Indonesia di Masa Pandemi Covid-19 dan Pasca Pandemi Covid-19', yang digelar oleh Farid Nila Moeloek (FNM) Society, Minggu (14/11).
"Menurunnya kasus Covid-19 harusnya memberikan harapan baru dalam percepatan penanggulangan TBC," kata Nila.
BACA JUGA: Jubir Satgas Covid-19 Kepri Sampaikan Kabar Baik
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menyampaikan Covid-19 dan TBC memiliki beberapa gejala yang sama seperti batuk, demam, kesulitan pernapasan, dan serangan terhadap paru-paru.
Sebelum pandemi Covid-19, lanjut Nila, program penanggulangan TBC direncanakan untuk dimulai pada 2020 hingga 2030.
BACA JUGA: Mari Awali Senin dengan Semangat! Ini Doa Berlindung Dari Rasa Malas
Mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mengatakan para pakar TBC menyatakan bahwa Covid-19 mengakibatkan kemunduran program penanggulangan TBC sekitar 5 hingga 8 tahun.
Pada Januari 2020, kata Tjandra, data WHO menunjukkan jumlah kematian orang di dunia bertambah 1,5 juta dari 84 negara akibat Covid-19.
"Angka kematian akibat TBC tadinya memang selalu menurun tapi turunnya sedikit, tapi sekarang kematian bahkan bertambah 1,5 juta di tahun 2020. Ini data bulan Desember saya kira dipublikasi Januari 2021," ucapnya.
Dia mengungkapkan angka kematian TBC terus menunjukkan penurunan dalam 10 tahun meski tidak terlalu signifikan.
Hanya saja, angka kematian itu mengalami kenaikan pada 2020.
Di Indonesia, lanjut Tjandra, ada sekitar 845 ribu kasus TBC dengan rata-rata kematian 96 ribu kasus.
SEA Regioinal WHO menyebutkan penyebab terhambatnya penanggulangan TBC ialah tidak optimalnya penemuan kasus baru, terutama di daerah-daerah karena khawatir tertular Covid-19.
Selain itu, laboratorium juga sibuk menangani Covid-19 sehingga berkurang dalam menangani TBC.
Tidak hanya itu, ketersediaan obat di beberapa daerah terhambat dan perawatan pasien TBC juga tidak optimal karena pasien tidak berani datang ke fasilitas kesehatan.
Kapasitas ruang rawat untuk pasien TBC juga mengalami kekurangan karena ruang isolasi digunakan untuk perawatan pasien Covid-19.
Salah satunya ialah program penanggulangan TBC di Jawa Barat yang mengalami kekurangan suplai masker N95 dan sarung tangan untuk tenaga kesehatan.
“Fasilias kesehatan juga membatasi layanan kontak langsung dengan pasien, kemudian jumlah kunjungan terduga TBC ke Faskes berkurang karena kekhawatiran masyarakat tertular Covid-19,” tutur Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Nina Susana Dewi.
Lebih lanjut, Tjandra menyebutkan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menanggulangi TBC dan Covid-19 secara bersamaan.
Cara yang bisa dilakukan ialah dengan penatalaksanaan yang sama, antara lain melakukan testing, tracing, surveilans, kontrol dan pencegahan infeksi, serta komunikasi risiko.
"Kami punya program yang ada di depan mata, barangnya sudah ada, cara diagnosisnya sudah jelas, cara pengobatannya sudah jelas, marilah kita sama-sama dalam melakukan upaya agar TBC ini bisa kita kendalikan di waktu mendatang," jelasnya," kata Tjandra.(mcr9/jpnn)
Redaktur : Yessy
Reporter : Dea Hardianingsih