jpnn.com, DENPASAR - Masyarakat di Bali khususnya pemeluk Hindu sedang resah menyusul tayangan sinetron Kun Fayakun di ANTV. Penyebabnya adalah salah satu adegan di Kun Fayakun episode ke-47 yang menayangkan adegan seorang pemuda tengah dirajah oleh setan.
Ada warga Bali yang mengunggah penggalan adegan itu ke Facebook. Yang dipersoalkan adalah rajah yang mirip aksara Bali.
BACA JUGA: Duh, Ada Hotel di Bali Buka Lowongan Kerja Bernuansa SARA
Akun Raden Bambang Ekalawija di Facebook mengunggah penggalan adegan itu dengan disertai sejumlah catatan.
“Entah aksara jawa atau aksara bali....tapi menurut saya ini mengarah ke aksara yang sering kita gunakan... atau mungkin mengarah ke bacaan "om swastyastu....yang sangat disucikan di Hindu…,” tulisnya.
BACA JUGA: Jokowi Ajak Umat Hindu Bersiap Hadapi Tantangan Global
Masalahnya, konon narasi dalam sinetron itu menyebut aksara itu ditulis oleh iblis. “Mohon pencerahan bagi yang sangat tahu tentang aksara ini...pandangan saya aksara ini sangat mirip dengan aksara bali,” sambungnya.
Tulisan itu sudah memperoleh ratusan komentar dan disebarkan hingga ribuan kali. Akun atas nama Mamak Awik menanggapi pertama kali.
BACA JUGA: Nostalgia Pandawa dan Kurawa di Mahabharata Kembali
Awik mengaku melihat tayangan Kun Fayakun episode ke-47. Dia mengaku langsung mematikan televisinya.
“nyatanya seperti inilah film film sekarang yang ditayangkan sangat menyesatkan. Apa yang dapat kita lakukan, coba saja umat lain yg membuat film seperti itu pasti sudah ada demo bahkan bisa bisa perang kenapa demikian,” tulisnya.
Ketua Aliansi Pemuda Hindu Bali (APHB) I Wayan Suartika menyayangkan tayangan tersebut. Sebab, tayangan itu bisa memicu kesalahpahaman.
“Kami berencana akan bersurat ke KPI untuk menegur itu (Kun Fayakun, red). Artinya memanggil, klarifikasi dan tidak menayangkan itu lagi,” katanya.
Pemuda asal Karangasem itu juga mempersoalkan adegan yang sensitif itu bisa ditayangkan. “Kenapa tidak disensor, karena sangat sensitif bagi kita di Bali,” ujarnya.
Sementara Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M. Si menyatakan pihaknya telah membahas permasalahan tersebut. Menurutnya, aksara suci di Bali adalah Om dan Mudra.
“Tapi kalau aksara yang dipakai oleh pemain sinetron itu tidak berbunyi (kalimatnya tidak terbaca, Red),” ungkapnya.
Meski begitu, Sudiana mengharapkan agar tidak ada anggapan bahwa aksara Bali dipakai sebagai sesuatu yang bernilai rendah. Sebaiknya pembuat sinetron juga berkonsultasi terlebih dahulu.
“Kan ini harus konsultasi. Boleh apa tidak, sehingga tidak seolah-olah memancing untuk membuat keruh suasana,” jelasnya.
Dia juga meminta masyarakat Bali tetap tentang. Harapannya agar persoalan tidak makin keruh.
“Jangan emosi, karena kami sedang berupaya mencari jalan keluarnya, sehingga semuanya berjalan damai,” tandas pejabat yang juga menjadi Rektor IHDN Denpasar tersebut.(bx/adi/yes/JPR)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tampilkan Dewa Ganesha, Iklan di Australia Dikecam
Redaktur & Reporter : Antoni