Aksesibilitas Siswa Harus Terjamin

Jumat, 20 Juli 2012 – 03:01 WIB
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menegaskan, proses penerimaan siswa baru khususnya jenjang pendidikan dasar (dikdas) harus bisa memberikan jaminan aksesibilitas para siswanya. Maksudnya, sekolah tidak boleh mempersulit siswa ataupun orang tua dalam proses penerimaan siswa baru.

“Intinya yang ingin kita sampaikan adalah mengenai penerimaan siswa baru ini adalah adanya 3 prinsip utama.  Pertama, pemerintah dan sekolah harus menjamin aksesibilitas siswa untuk masuk di pendidikan terutama dikdas,” ungkap Nuh kepada wartawan di kediamannya komplek Widya Chandra, Jakarta, Kamis (19/7).

Maka dari itu, seluruh hambatan-hambatan yang menyulitkan akses penerimaan harus dicari penyebabnya. Dengan demikian, maka wajib belajar 9 tahun harus benar-benar dilakukan secara wajar dan tanpa hambatan atau pungutan.

“Yang biasa menghambat penerimaan di jenjang dikdas adalah masalah pembiayaan. Keluhan selalu ramai, dan biaya dikatakan mahal. Padahal pemerintah sudah memberikan jaminan,” tukasnya.

Mantan Rektor ITS ini menerangkan, dari situlah mengapa pemerintah mengeluarkan Permendikbud No.44 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan. Aturan tersebut merupakan bentuk revisi dari Permendikbud No.60 Tahun 2011. “Isi Permendikbud yang baru itu adalah  melarang sekolah memungut biaya non personal termasuk investasi sekolah pada saat penerimaan siswa baru,” imbuhnya.

Kedua, lanjut Nuh, proses penerimaan siswa baru harus didasarkan pada kemampuan akademik khususnya di jenjang SD dan SMP. “Saya sampaikan beberapa waktu lalu , saya menugaskan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemdikbud untuk memonitor apakah ada keluhan dan temuan yang didasarkan besar pungutan dan bukan karena  prestasi akademik. Karena di lapangan memang ada jenis-jenis model pungutan yang dilakukan sekolah negeri, ada bina lingkungan dan lain sejenisnya,” tukasnya.

Terakhir, jika ada pembiayaan yang  sifatnya personal seperti pembelian seragam, karyawawisata siswa, dan lain lain sebagainya, maka harus diberikan keleluasaan bagi orang tua untuk  pengadaan tersendiri. Maka dari itu, Kemdikbud harus terus meminta ke beberapa Dinas Pendidikan di daerah untuk memonitor, terutama laporan RAPBS. Sehingga, akan terlihat darimana saja sumber keuangan sekolah.

“Jadi, orang tua boleh membeli seragam merah putih di luar sekolah, atau mungkin ada yang dapat dari pemberian orang. Yang lebih penting, kalaupun ada orang tua yang kesulitan dengan biaya personil, harus diberikan solusinya. Contoh, Pemkot Surabaya menyiapkan seragam dan alat tulis untuk siswa baru tidak mampu. Itu semua dibiayai oleh pemkot,” paparnya. (cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Walikota Bantu Mahasiswa Rp2Miliar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler