jpnn.com - JAKARTA – Direktur Utama PT Wahana Trans Utama, Haris Muhammadun, sebagai pemilik Shuttle Bus Summarecon Serpong, menggugat praperadilan Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Barat.
Gugatan diajukan karena Haris Muhammadun menilai langkah oknum petugas dishub Jakarta Barat menyita atau mengandangkan Shuttle Bus Summarecon Serpong B 7048 VAA, sebagai tindakan sewenang-sewenang.
BACA JUGA: 13 Dilarikan ke Rumah Sakit, Ini Daftar Namanya
Kronologis kejadian, Senin (25/4), Shuttle Bus Summarecon Serpong B 7048 VAA, pada pagi hari, melayani penumpang berangkat dari Summarecon Serpong menuju Mall Citraland Grogol. Pada daerah Mall Taman Anggrek diberhentikan oleh tiga Petugas Dinas Perhubungan dan diminta menunjukkan surat-surat kendaraan.
“Salah satu Petugas Dishub menanyakan Kartu Ijin Usaha (KIU), dan sudah barang tentu karena Shuttle Bus ini berdomisili di Tangerang, tidak bisa menunjukkan surat tersebut, karena untuk wilayah Kota Tangerang Surat Ijin Usaha Angkutan diberikan kepada perusahaannya, bukan kepada mobilnya,” ujar Haris kepada wartawan di PN Jakarta Barat, Kamis (19/5).
BACA JUGA: Saksi: Ngeri, Badannya Gosong, Tapi Masih Hidup
Karena supir bus tidak bisa menunjukkan surat tersebut, lanjut Haris, oknum Dishub tersebut langsung naik ke mobil Shuttle Bus, menggiring supir menuju Pool di Rawa Buaya untuk disita alias dikandangkan.
Doktor bidang transportasi itu menjelaskan, langkah penyitaan atau pengandangan itu tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam pasal 32 ayat (1) f, Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
BACA JUGA: Ini Penampakan Restoran Asal Ledakan Gas di Gandaria City
Sidang praperadilan sudah beberapa kali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pada sidang Kamis (19/5), pihak tergugat menyerahkan beberapa bukti tambahan.
Namun, Damai Hari Lubis, kuasa hukum Haris Muhammadun, meragukan bukti tambahan berupa daftar hadir petugas gabungan yang melakukan razia di dekat Mall Taman Anggrek itu.
“Bukti yang disodorkan hanya berupa foto copian saja, tidak diberikan yang aslinya. Kami meragukan itu,” ujarnya. Terlebih, lanjut Damai Lubis, tidak ada nama-nama anggota TNI dan Polri dalam daftar personel operasi gabungan itu.
Damai Lubis menilai, aksi penyitaan shuttle bus itu bisa disamakan dengan aksi pembajakan. “Karena tindakan oknum dishub itu tidak dilandasi alas hukum (PP No. 80 Tahun 2012, red) dan tanpa kelengkapan operasi atau razia gabungan, maka itu dapat disamakan dengan ala pembajakan,” urainya.
Berdasar keterangan para saksi di persidangan sebelumnya dan bukti-bukti antara lain rekaman CCTV , Damai Lubis yakin akan memenangkan gugatan praperadilan ini.
Sidang berikutnya akan digelar pada Senin pekan depan, dengan agenda penyerahan kesimpulan dari penggugat dan tergugat.
Dikatakan juga, kasus ini merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia, dimana langkah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Dinas Perhubungan dan Transportasi digugat praperadilan.
“Gugatan pra peradilan ini untuk memberikan pelajaran agar petugas dishub tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya,” ujar Damai Lubis.
“Selama ini oknum petugas dishub bagi para pengusaha angkutan jasa transportasi selalu menjadi momok karena sikapnya yang arogan, bertindak sewenang-wenang tanpa memperdulikan regulasi yang ada,” pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Kronologi Ledakan Gas di Gandaria City
Redaktur : Tim Redaksi