jpnn.com, JAKARTA - Para aktivis lingkungan menilai penggunaan kemasan sekali pakai kontraproduktif dengan semangat pengurangan sampah plastik secara global maupun nasional. Anehnya, promosi penggunaan kemasan tersebut justru makin masif dilakukan.
"Kampanye masif yang mendorong penggunaan galon sekali pakai ini kontradiktif dengan semangat pengurangan sampah plastik," kata Abdul Ghofar, juru kampanye perkotaan Walhi ini dalam keterangannya, Senin (22/1).
BACA JUGA: Kampanye Kurangi Sampah Plastik, Foopak Bio Natura & JumpStart Berkolaborasi
Dia menegaskan seharusnya penggunaan kemasan sekali pakai tidak dipromosikan secara masif dan intensif. Sebab, akan berlawanan dengan target mengurangi sebesar-besarnya penggunaan plastik.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) 2022 mendapat bahwa jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 21,1 juta ton. Angka itu berasal dari 202 kab/kota se-Indonesia.
BACA JUGA: Mahasiswa Universitas Bakrie Ajak Generasi Z Berperan Aktif Kurangi Produksi Sampah Plastik
Dari total produksi sampah nasional tersebut, sebesar 13,9 juta ton atau 65.71 persen dapat terkelola. Sisanya sebanyak 7,2 juta ton atau 34,29 persen belum terkelola dengan baik.
Dalam data lainnya, mendapati ada 69 juta ton sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia sepanjang 2022. Rinciannya, sebesar 18,2 persen atau 12,5 juta ton adalah sampah plastik. Tidak sedikit dari jutaan ton sampah plastik itu berakhir begitu saja di laut.
BACA JUGA: Peringati HLHS 2023, Gubernur Herman Deru Ajak Masyarakat Mengurangi Sampah Plastik
Jumlah sampah plastik setiap tahun juga terus meningkat. Salah satu penyumbang naiknya jumlah sampah plastik adalah perilaku masyarakat Indonesia yang kerap menggunakan plastik sekali pakai.
Plastik-plastik sekali pakai tersebut kemudian menjadi sampah dan dapat menimbulkan efek buruk bagi lingkungan bila masuk ke perairan atau tanah.
Ghofar mengatakan angka sampah plastik yang bisa dikumpulkan secara nasional belum menyentuh 15 persen. Sampah plastik yang mampu didaur ulang baru mencapai 10 persen. Sementara, 50 persen sisanya tidak terkelola dan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi menegaskan bahwa galon sekali pakai jelas akan menjadi masalah baru. Ini juga tidak sejalan dengan target pemerintah mengurangi sampah di laut sebesar 70 persen di 2025.
Dia melanjutkan produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan justru akan mempersulit capaian dari target tersebut. Seharusnya industri mulai berbenah bagaimana mereka dapat menyusun rencana strategis dalam mengurangi timbulan sampah mereka.
"Bukan malah meningkatkan produksi kemasan produk sekali pakai. Selama dalam kemasan sekali pakai, masalah kita tentu akan makin besar," katanya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyayangkan keberadaan galon sekali pakai karena makin menambah masalah lingkungan. Kemasan plastik sekali pakai sangat membebani bumi karena sulit terurai.
"Kok ini malah memproduksi bahan plastik sekali pakai yang baru. Kami tidak mendukung produk kemasan semacam itu," kata Pengurus YLKI, Sularsi.
Menurut Sularsi, masyarakat tidak bisa diwajibkan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mengolah sampah plastik yang ditimbulkan oleh bahan kemasan pangan yang diproduksi industri pangan. Seharusnya industri yang harus bertanggung jawab untuk menarik kembali kemasan plastik sekali pakai yang diproduksinya. (esy/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad