Akuisisi TelkomVision oleh CT Corp Harus Dibatalkan

Tak Ada Urgensi, Hanya Undang Kecurigaan

Senin, 17 Juni 2013 – 02:40 WIB
JAKARTA - Aksi korporasi CT Corp mengakuisisi TelkomVision memunculkan sejumlah kecurigaan. Sebab, akuisisi atas perusahaan tivi berbayar yang mayoritas sahamnya dimiliki Telkom itu bisa memunculkan skandal politik dan ekonomi di kemudian hari.

Ekonom Dradjad H Wibowo menungkapkan, CT Corp dan Telkom telah mengikat Perjanjian Jual Beli Bersyarat (Conditional Sales and Purchase Agreement/CSPA) tentang kepemilikan saham di TelkomVision. Nantinya, komposisi saham kepemilikan TelkomVision menjadi 80 persen untuk CT corp dan 20 persen milik Telkom. "Nilai akuisisinya di atas USD 100 juta. Tapi saya lebih menyebut akuisisi ini sebagai pencaplokan," ujar Dradjad dalam rilisnya ke JPNN, Minggu (16/5).

Ekonom yang juga Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyodorkan sejumlah alasan untuk memperkuat dugaan pencaplokan TelkomVision oleh CT Corp, perusahaan milik Chairul Tanjung. Pertama, kata Dradjad, karena tidak ada urgensinya bagi Telkom untuk melepas TelkomVision.

Dipaparkannya, Telkom adalah BUMN terbesar ketiga di Indonesia, yang menurut Forbes memiliki aset USD 11,5 milyar dengan nilai pasar USD 21,4 milyar. Bahkan, Telkom menempati peringkat 685 daftar perusahaan terbesar di dunia versi Forbes.

Sementara TelkomVision, sambungnya, justru dinilai banyak kalangan sebagai salah satu masa depan Telkom. Pasalnya, average revenue per user (pendapatan dari setiap pengguna bisnis seluler) sekarang ini cenderung menurun.

Kalaupun demi perbaikan manajemen, TelkomVision bisa mengganti jajaran direksi dan manajemennya. Sementara jika sekadar butuh dana, kata Dradjad, TelkomVision bisa dengan mudah mendapat pinjaman.

"Jadi tidak ada alasan sama sekali bagi Telkom melepas sahamnya di TelkomVision.  Jika Telkom membutuhkan likuiditas, dia dapat meraih dana dari pasar dengan mudah. Apalagi hanya USD 100 juta lebih. Satu obligasi korporasi sudah cukup dan akan diburu investor," papar Dradjad.

Alasan kedua tentang dugaan pencaplokan TelkomVision, sambungnya, karena nilai 80 persen saham milik Telkom terlalu kecil untuk dilepas ke CT Corp dengan harga sekitar USD 10 juta. Saat ini saja, TelkomVision berada di peringkat kedua dalam bisnis tivi berbayar di Indonesia setelah MNC yang memiliki tiga operator yakni Indovision, Top TV dan Oke Vision.

Dradjad juga membuat perbandingan ketika Viva Media mengumumkan akan menginvestasikan USD 120 juta dalam 3 tahun untuk mulai membangun layanan TV berbayar VivaSky. Perusahaan TV berbayar yang baru mulai dibangun saja, katanya, diperkirakan membutuhkan USD 120 juta meski belum memiliki infratsuktur dan basis pelanggan.

Sementara TelkomVision selama ini menggunakan infrastruktur milik Telkom. Di bawah Telkom, Telkomvision tak hanya unggul dari sisi infrastruktur tapi juga dari segi brand. "Jadi bagaimana mungkin TelkomVision dengan semua infrastruktur, basis pelanggan dan brand yang dimiliki ternyata dinilai tidak jauh berbeda dari VivaSky?" ulasnya.

Alasan ketiga, bisa jadi Telkom akan kehilangan capital gain jika ternyata CT Corp melepas saham TelkomVision melalui mekanisme initial public offering (IPO) pada akhir tahun ini atau awal 2014 mendatang.

Dradjad juga menilai posisi Chairul Tanjung sebagai Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang sangat dekat dengan Presiden SBY, bahkan lebih dekat dibandingkan sebagian besar menteri, bisa memunculkan beragam spekulasi. "Sebaiknya dia (Chairul Tanjung, red) menahan diri tidak menyentuh BUMN sama sekali. Direksi BUMN tentu keder melihat kedekatannya dengan Presiden.

Karenanya Dradjad berharap rencana akuisisi TelkomVision oleh CT Corp itu dibatalkan. Jika memang ingin masuk ke bisnis tivi berbayar, CT Corp disarankan meniru VivaSky dan pemain lama seperti MNC, First Media dan Aora yang membangun sendiri.

"Jadi bukan mencaplok anak usaha BUMN yang sudah matang. Mas Dahlan (Menteri BUMN Dahlan Iskan, red) jangan sampai diam saja melihat bakal hilangnya aset BUMN," pungkasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kredit Perbankan Melambat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler