jpnn.com, LONDON - Diprediksi sekitar 4 juta gadis di dunia, memiliki potensi melakukan pernikahan dini dalam dua tahun ke depan, imbas pandemi virus corona baru (Covid-19).
Dalam laporan PBB, secara global sekitar 12 juta gadis menikah sebelum usia 18 tahun pada setiap tahunnya, hampir satu gadis dalam tiga detik.
BACA JUGA: Ditanya Kapan Menikah Lagi, Ariel Noah Jawab Begini
Bulan lalu disebutkan jumlah pernikahan anak diprediksi melonjak hingga 13 juta dalam sepuluh tahun mendatang akibat pandemi corona.
Mengutip Reuters, menurut lembaga amal World Vision, hal tersebut dipicu peningkatan angka kemiskinan yang disebabkan hilangnya mata pencaharian imbas pandemi corona.
BACA JUGA: Aktor Ganteng Korea Meninggal Dunia Setelah Berjuang Melawan Kanker
Akibatnya, kemiskinan meningkat mendorong para orang tua untuk menikahkan anak perempuannya lebih cepat, guna meringankan beban hidup keluarga.
“Ketika Anda berada dalam masa krisis seperti perang, bencana alam atau pandemi, tingkat pernikahan anak selalu meningkat,” kata ahli pernikahan anak di World Vision, Erica Hall, Jumat (15/5).
BACA JUGA: Kominfo Cegah Stunting Lewat Edukasi Risiko Pernikahan Usia Dini
“Jika kita tidak mulai berpikir bagaimana menghindari hal ini, maka akan terlambat selamanya. Kita tidak bisa menunggu pandemi ini selesai lebih dahulu, baru memikirkannya,” lanjutnya.
Para penggiat mengatakan dorongan itu diperparah oleh fakta bahwa sekolah-sekolah ditutup dan organisasi yang bekerja melawan pernikahan dini masih sulit beroperasi imbas pandemi.
Selain itu, selama pandemi, anak-anak perempuan juga akan kesulitan mengakses layanan kesehatan reproduksi yang dapat meningkatkan kehamilan dalam usia remaja sehingga dipaksa untuk menikah.
Organisasi yang konsen dalam bidang ini seperti Girls Not Brides, menyatakan pihaknya begitu khawatir mengetahui prediksi akan melonjaknya jumlah pernikahan anak.
“Praktik ini yang kami dengar dari India, Afrika, dan Amerika Latin. Beberapa orang mengatakan pandemi ini akan menyia-nyiakan pekerja yang sudah kami lakukan bertahun-tahun lamanya untuk mengurangi pernikahan anak,” kata CEO Girls Not Bride, Faith Mwangi-Powell.
“Sekolah sebenarnya melindungi anak-anak gadis. Tapi, ketika sekolah ditutup, maka risiko pernikahan dini semakin tinggi. Bahkan, setelah pandemi, banyak gadis yang sepertinya tidak lagi akan sekolah. Tapi, kami berusaha untuk mereka tetap sekolah,” kata Mwangi-Powell. (Reuters/mg8/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha