jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah melakukan restrukturisasi perusahaan pelat merah yang berada di bawah naungan mereka. Dari semula 140, kini tersisa 107 perusahaan BUMN.
"Jumlahnya turun signifikan. Tentu akan kami turunkan terus, kalau bisa sampai 80 hingga 70 BUMN. Yang jelas tahap satu sudah, berikutnya kami coba lakukan lagi," kata Erick saat rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (8/6).
BACA JUGA: Update Corona 9 Juni: Penambahan Pasien Covid-19 Cetak Rekor Tertinggi
Erick menuturkan Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 40/M Tahun 2020 tentang Pembentukan Tim Percepatan Restrukturisasi BUMN.
Keppres ini menjadi payung hukum melakukan restrukturisasi.
BACA JUGA: Update Corona 9 Juni: Alhamdulillah, Penambahan Pasien Sembuh COVID-19 di Jakarta Paling Banyak
"Tentu Keppres ini hanya sebatas kami bisa menggabungkan atau melikuidasi, tetapi bukan berarti menjual asetnya," jelas Erick.
Menurut dia, langkah restrukturisasi itu juga merupakan bagian menyehatkan BUMN, dan memperbaiki kondisi internal perusahaan.
BACA JUGA: Viral Penjemputan Paksa Jenazah PDP Corona, Polri Langsung Keluarkan Telegram
"Pada akhirnya peningkatan kinerja yang kami harapkan," tegas mantan ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - KH Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 itu.
Erick berpandangan bahwa situasi Covid-19 ini merupakan saat tepat melakukan restrukturisasi.
"Karena kita tahu 90 persen dunia usaha akan terkoreksi, hanya sisa 10 persen yang suistainable misalnya (sektor) kesehatan, makanan, teknologi, tetapi 90 persen (sektor) lainnya terkoreksi," kata Erick.
Selain restrukturisasi, Kementerian BUMN melakukan klasterisasi dari 27 menjadi 12.
"Dibentuk berdasarkan value chain, supply chain, atau bisa menyinergikan core bisnis yang ada," terangnya.
Erick menambahkan masing-masing wakil menteri, memegang enam klaster. Wamen I misalnya memegang klaster industri migas dan energi, minerba, perkebunan dan kehutanan, pupuk dan pangan, farmasi dan kesehatan, serta pertahanan, manufaktur dan industri lainnya.
Erick menjelaskan industri farmasi dan kesehatan harus dijadikan satu supaya bersinergi.
"Saat ini, memang kenapa kita lebih mahal dalam arti menangani kesehatan, karena 90 persen alat kesehatan dan obat-obatannya impor. Jadi, kami coba klasterisasi farmasi dan kesehatan supaya bisa bersinergi," katanya.
Bahkan, Erick menegaskan khusus farmasi, pihaknya sudah melakukan remapping. Dia mencontohkan, Bio Farma fokus pada obat-obatan berbasis bio. Indo Farma fokus obat-obatan berbasis herbal. Sementara Kimia Farma fokus pada obat-obatan berbasis kimia.
Sementara, Wamen II membawahi industri jasa keuangan, jasa asuransi dan dana pensiun, telekomunikasi dan media. Kemudian, klaster pembangunan infrastruktur.
Klaster industri dan semen digabung di dalamnya. "Dulu semen dan karya pisah. Sekarang bisa disinergikan," tegasnya.
Kemudian membawahi klaster pariwisata, logistik dan lainnya, serta sarana dan prasarana perhubungan.
"Ini sudah jadi. Sekarang kami coba rapikan di internal Kementerian BUMN," kata Erick dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima itu. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy