Alasan Pemerintah Kenaikan BBM Selalu Sama

Selasa, 06 Maret 2012 – 09:14 WIB


JAKARTA-- Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak Bersubsidi (BBM) yang direncakan pemerintah. Ketua Umum PB PMII Addin Jauharudin menjelaskan, menilai, kendati belum dilakukan, namun dampak kenaikan BBM sudah dirasakan  masykarakat bawah.

"Dari mulai kenaikan bahan-bahan pokok juga kelangkaan premium, belum lagi adanya mata rantai mafia yang mengambil keuntungan dari isu kenaikan BBM ini," katanya, Selasa (6/3), di Jakarta.

Ia menjelaskan, setiap kali BBM akan dinaikan, asumsi dan logika pemerintah tidak pernah berubah. Dari dulu selalu bersandar pada kenaikan minyak dunia, dan semakin beratnya beban subsidi yang harus ditanggung. PB PMII mensinyalir, beberapa alasan klasik pemerintah menaikkan BBM. Pertama, harga minyak dunia melebihi angka USD100, asumsi harga minyak di APBN 2011 pada angka USD80 per barel.

Jika harga minyak mencapai USD100 per barel, dibutuhkan tambahan subsidi sebesar Rp64 triliun. Kemudian, lifting (minyak siap jual) Indonesia anjlok jauh di bawah target APBN (898 ribu barel per hari / target, APBN-P 2011 945 ribu barel per hari). Impor minyak mentah Indonesia 280 ribu barel per hari, impor BBM 499 ribu barel per hari, total impor minyak dan BBM Indonesia perhari mencapai 779 ribu barel. 

Beban subsidi energi (BBM dan listrik) tahun 2011 mencapai Rp231 triliun, pendapatan negara dari sektor migas tahun 2011 hanya Rp272 triliun. Kemudian, tahun 2012 anggaran subsidi BBM Rp123 triliun dan Listrik Rp45 triliun dengan asumsi harga minyak mentah dunia USD90. Serta, setiap kenaikan harga minyak mentah dunia sebesar USD1 akan menambah beban subsidi BBM dan listrik sebesarRp3,2 triliun. "Delapan alasan pemerintah di atas, adalah alasan yang sama pada setiap kenaikan BBM, yang membedakan hanya angka-angkanya saja," katanya.

"Persoalannya, apakah logika pemerintah ini benar sepenuhnya ataukah ada manipulasi? Kita paham, bahwa beban subsidi BBM yang bersumber dari APBN begitu banyak, tetapi ini semua demi hajat hidup rakyat banyak," ujar dia.

PB PMII mengingatkan,  seharusnya pemerintah melakukan beberapa hal untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor migas tanpa harus mencabut atau mengurangi subsidi.

Pertama, Windfall Profit Tax atau pajak tambahan atas keuntungan perusahaan minyak akibat lonjakan harga minyak mentah dunia. Kedua, mengevaluasi dan memangkas Cost Recovery atas biaya non-operasional dan CSR kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan cara merenegosiasi semua KKS.

Ketiga, memangkas alur perdagangan minyak dalam rangka ekspor-impor. Keempat, menerapkan pajak tambahan kepada kendaraan roda empat pribadi atas penggunaannya terhadap BBM bersubsidi. Kelima,  menambah kapasitas kilang Pertamina sesuai dengan spesifikasi minyak mentah Indonesia dan mengharuskan semua kontraktor asing menjual semua jatah minyaknya kepada Pertamina agar diproses di dalam negeri dan untuk kebutuhan domestik. Keenam, memersiapkan infrastruktur BBG dalam jangka satu tahun untuk seluruh Indonesia. Ketujuh, menciptakan iklim investasi yang ramah untuk kebutuhan eksplorasi agar ada penemuan baru dan tambahan cadangan minyakbumi.

"Dengan argumentasi di atas tadi, maka kenaikan BBM harus di tolak, karena tidak mencerminkan asas keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil," katanya.

Ia mengungkapkan, pemerintah selalu dalam kebimbangan. Tidak ada yang dilakukan oleh pemerintah, kecuali hanya bersandar pada alasan-alasan klasik. "Tidak mau kerja keras dan sikap tidak adanya keberpihakan yang nyata terhadap rakyat bawah," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ali Mudhori Bakal Dijemput Paksa Lagi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler