Jerushah Duford adalah cucu dari Billy Graham, seorang ikon Evangelis Amerika yang menginjili jutaan orang di berbagai stadium di seluruh dunia juga seorang pria yang identik dengan pandangan konservatifnya dalam dunia politik.

Namun, ketika Jerushah berkumpul dengan keluarganya dan mulai membicarakan soal pemilihan presiden tahun 2020, ia dengan cepat menolak dan berkata, "Berhenti, ini rumah saya dan saya tidak mau membicarakan ini."

BACA JUGA: Update Pilpres AS 2020: Situasi Berbalik, Trump Makin Terjepit

Jerushah yang mendukung Joe Biden sebagai Presiden AS baru saja menerbitkan sebuah tulisan opini yang mengatakan dukungan pada Trump bagaikan hinaan terhadap peninggalan kakeknya.

Namun di hari yang sama, sepupunya, Cissie Graham Lynch, mengatakan Donald Trump adalah seorang "advokat hebat" di acara Konvensi Nasional Republik yang dihadiri pemeluk Protestan.

BACA JUGA: Klaim Menang Pilpres, Donald Trump Sebut Rakyat Amerika Dicurangi

External Link: Twit Jerushah

  Evangelis tidak terkait warna kulit

Evangelis kulit putih mendominasi blok pemungutan suara di Amerika Serikat, dengan penemuan 'Pew Research' tahun 2019 yang memperkirakan mereka menempati 16 persen populasi orang dewasa di negara tersebut.

BACA JUGA: Siapa pun Pemenang Pilpres AS, Republik Islam Iran Cuma Minta Satu Hal

Menurut pemahaman tradisional, evangelis merupakan Protestan, namun kini, khususnya di kalangan warga kulit putih, evangelis menjadi sangat kuat hubungannya dengan politik konservatif dan mendukung Partai Republik. Photo: Pengarang evangelis Jerushah Duford, yang 'pro-life'. telah menampung enam anak di rumahnya dan mengadopsi satu anak melalui sistem penampungan. (Supplied)

 

Mereka bahkan memiliki kategori jajak pendapat sendiri di tahun 2016, dengan 80 persen evangelis kulit putih menyampaikan dukungannya pada Trump.

Hal yang sama kemungkinan besar akan terjadi tahun ini, namun menjelang pemilihan umum, dukungan bagi Presiden pada jajak pendapat tersebut sudah sedikit menurun.

Kandidat presiden dari Partai Demokrat dan mantan wakil presiden AS Joe Biden mendapat dukungan dari kelompok agama lain, termasuk 90 persen di antaranya adalah pendukung kulit hitam evangelis dan mayoritas pendukung Yahudi dan Katolik Hispanik. 'Cara saya memilih tidak diatur pria kulit putih' Photo: Pendukung Biden, Lisa Sharon Harper (kiri) bersama kandidat wakil presiden Demokrat Kamala Harris. (Facebook: Lisa Sharon Harper)

 

Lisa Sharon Harper menyuarakan dukungannya pada Partai Demokrat dalam bukunya yang terbit tahun 2008 berjudul 'Evangelical Does Not Equal Replubican ... Or Democrat'.

Namun, pendukung Biden-Harris berumur 51 tahun ini pernah berada di kubu lain.

"Orang yang memperkenalkan saya pada Tuhan dan Yesus adalah evangelis kulit putih," kata pengarang dan pembicara Kristen ini.

"Setahun setelah percaya, saya diberitahu jika saya harus menjadi pendukung Partai Republik untuk menjadi orang Kristen."

Menurutnya, identitasnya sebagai seorang "evangelis kulit hitam" membawa perubahan besar bagi caranya memilih.

"Cara saya memilih tidak diatur oleh pria kulit putih; tapi diatur oleh Yesus, yang adalah seorang pria pribumi berkulit coklat yang dijajah."

Lisa percaya bahwa prioritas utama Yesus adalah untuk merawat "orang termiskin, terlapar, dan imigran dan tahanan penjara yang paling tidak layak, dan mereka yang sakit". Dukungan evangelis terhadap Trump 'mengerikan' External Link: Twit Taylor Swift

 

Sejak Donald Trump dilantik sebagai presiden di tahun 2016, beberapa penganut Kristen terkenal dan pemimpin evangelis mulai meninggalkan pandangan politik konservatif.

Di akhir tahun 2019, pemimpin redaksi majalah evangelis bahkan menerbitkan artikel mengapa Trump harus diberhentikan dari jabatannya.

Pendeta gereja besar seperti Rick Warren dan Judah Smith yang mendukung gerakan 'Black Lives Matter' di media sosial menerima serangan di kolom komentar mereka.

Bahkan, perempuan Kristen paling terkenal di AS, Taylor Swift, terbuka soal pilihan politiknya, dan mengakui dukungannya kepada Joe Biden.

Sejak kecil, Kaitlyn Schiess yang adalah mahasiswi S2 Dallas Theological Seminary sudah tahu bahwa orang Kristen mutlak menjadi pendukung Partai Republik.

Di tahun 2016, ia menuntut ilmu di salah satu institusi Kristen paling konservatif di Amerika dan masih ingat saat di mana Presiden Trump salah menyebut pasal Alkitab ketika sedang berpidato di sekolahnya.

Menurutnya, masifnya dukungan evangelis bagi Trump sangatlah mengerikan karena karakter presiden tersebut bertentangan dengan ajaran Gereja.

"Di segala aspek, moralitas seksual, berapa kali ia bercerai, bagaimana ia membicarakan orang lain, keinginannya membangun bisnis besar nan kaya, [ia] tidak memegang hal yang menurut ajaran seharusnya ada dalam diri pemimpin," katanya.

Walau memiliki pandangan berbeda, ia merasa masih memiliki tanggung jawab sehingga tetap berada dalam gereja evangelis.

"Saya cinta jemaat gereja ini dan telah menyaksikan sendiri bagaimana keterlibatan mereka dalam dunia politik sudah sangat merusak tidak hanya komunitas mereka, tapi juga jiwa. Saya ingin melihat perubahan," katanya. Photo: Jim Ball bersama istrinya, Kara Ball dengan papan dukungan Joe Biden dan Kamala Harris mereka. (Supplied: Jim Ball)

 

Keputusan yang sama juga akan diambil pria Kristen bernama Jim Ball, yang membuat sebuah gerakan "untuk memastikan bahwa kata dan perbuatan sesuai dengan nilai dasar Kristen yaitu kasih, pelayanan, keadilan, dan kasih karunia".

"Keputusan saya dibentuk dari kekhawatiran soal kedamaian dan keadilan, senjata nuklir, kelaparan, dan perhatian terhadap orang miskin," kata pria pelopor gerakan 'Evangelicals for Biden' tersebut.

"Ia adalah lawan dari kekacauan yang dibuat Trump, yang kami perlukan untuk menangani masalah seperti perubahan iklim, COVID, dan perbaikan ekonomi, keadilan, dan sistem kesehatan." Mendukung Trump karena pandangannya tentang aborsi

Berbeda dengan warga Amerika yang tidak mendukung Trump, perempuan Kristen lainnya, Ruth Malhotra yang adalah seorang imigran India memberikan suaranya untuk presiden tersebut.

Ini karena ia adalah salah satu warga 'pro-life' atau tidak mendukung aborsi.

"Hal ini berhubungan langsung dengan iman saya," katanya.

"Pandangan Kristen tentang kehidupan adalah permulaan penciptaan, dan betapa berharganya kehidupan, dan bahwa setiap hidup itu bernilai."

Trump menunjukkan dukungannya pada gerakan 'pro-life' melalui pengangkatan Amy Coney Barret sebagai salah satu staffnya yang memberikan dukungan terhadap 'heartbeat bills' di tahun 2019.

Perempuan berumur 36 tahun tersebut mengatakan walaupun ia tidak setuju dengan karakter Trump, kedudukan presiden tersebut terkait aborsi lebih meyakinkannya.

"'Pro-life' juga berarti bahwa kita bisa menciptakan dan memelihara sistem di mana masyarakat dapat mendukung perempuan lemah yang memutuskan untuk mempertahankan kandungannya," katanya. Photo: Ruth Malhotra (kanan) mendukung Trump karena pandangannya tentang aborsi. (Supplied)

 

Menurut Jerushah, aborsi adalah isu utama yang menarik dukungan para evangelis pada Partai Republik "bagaikan wortel yang mereka juntaikan di depan komunitas evangelis, dan mereka sudah melakukannya bertahun-tahun".

Ia sendiri pun sebenarnya adalah pendukung 'pro-life', namun, definisi gerakan tersebut lebih dari menjadi penentang aborsi.

Jerushah dan suaminya telah menampung delapan anak di rumahnya dan mengadopsi seorang anak dari sistem penampungan tersebut.

"Seandainya saja Partai Demokrat lebih menghargai jiwa dalam kandungan lebih dari sekarang, namun di saat yang bersamaan, seandainya juga Partai Republik dapat menghargai kehidupan di luar kandungan lebih dari sekarang," katanya.

"Untuk mendukung 'pro-life', Anda juga harus mendukung adopsi, layanan penampungan, tidak mendukung hukuman mati, peduli tunawisma, kemiskinan, sistem kesehatan, dan rasisme."

Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.

Ikuti berita seputar pandemi Australia di ABC Indonesia.

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bagaimana Jika Donald Trump vs Joe Biden Imbang? Begini Solusinya

Berita Terkait