Alasan YLKI dan KRL Mania Tolak Penghapusan Tiket Harian di 10 Stasiun KRL di Jabodetabek

Senin, 22 Maret 2021 – 09:41 WIB
YLKI dan KRL mania menyatakan menolak penghapusan tiket harian di 10 stasiun di Jabodetabek.. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan KRL mania menyatakan menolak penghapusan tiket harian di 10 stasiun di Jabodetabek.

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, dalam perspektif hak konsumen sebagai pengguna KRL kebijkan ini tidak adil.

BACA JUGA: Resmikan KRL Yogyakarta-Solo, Jokowi: Lebih Cepat dan Murah

"Memberatkan konsumen," kata Tulus saat dikonfirmasi JPNN.com, di Jakarta, Senin (22/3).

Menurut Tulus saat ini PT Commuter Line Indonesia (KCI), sebagai pengelola KRL di Jabodetabek, akan mewajibkan tiket Kartu Multi Trip (KMT) di 10 stasiun di Jabodetabek per 25 Maret 2021.

BACA JUGA: Jalur Perlintasan KRL Pondok Ranji-Kebayoran Sudah Bisa Dilalui

KMT akan berlaku di stasiun, Bojonggede, Citayam, Depok Baru, Depok, Kranji, Bekasi, Jakarta Kota, Tanang Abang, Angke dan Parung Panjang.

Dia menyebut, pemberlakuan kebijakan tersebut artinya tiket harian tidak berlaku lagi di stasiun tersebut.


"Sebab dengan mewajibkan KMT, maka konsumen dengan tiket harian harus mengeluarkan uang minimal Rp 30 ribu untuk beli KMT," jelas dia.

Sementara itu, lanjut Tulus, masih banyak pengguna lepas KRL, yang tidak membutuhkan KMT, karena tidak setiap hari menggunkan KRL.

"Oleh karena itu YLKI dan komunitas KRL Mania menolak kebijakan tersebut," tegas dia.

Tulus pun menyatakan, YLKI mengusulkan beberapa poin terkait kebijakan tersebut.

Dia mengatakan, pertama YLKI meminta agar managemen KCI tetap memberlakukan tiket yang berlaku jangka pendek/tiket harian.

"Oleh karena itu, harus ada effort dari operator untuk menyediakan uang kembalian sebagai antisipasi pengguna yang menarik sisa dana," papar dia.

Kedua, lanjut dia, tidak hanya konsumen sebagai pengguna yang harus adaptif, namun operator pun mesti solutif dan adaptif.

"Bukan hanya melihat dari sisi kemudahan operator tapi mengabaikan sisi konsumen sebagai pengguna," jelas dia.

Ketiga, menurut dia, di negara lain dengan sistem lebih baik pun, tiket eceran tetap ada.

Misalnya, kata dia, di Singapura, untuk tiket MRT masyarakat bisa memilih tiket jangka pendek yang berlaku beberapa hari saja.

"Tiket kertas, bisa diisi ulang, dan dana bisa di-refund," ujar Tulus.

Kemudian, lanjut Tulus, harga kartu KMT Rp 30 ribu, harga jaminan THB 10 ribu, dinilai mahal.

Dia membandingkan dengan harga kartu di Singapura yang hanya seharga beberapa sen saja.

"Padahal harga asli kartu KMT dan THB tidak semahal itu," beber dia.

Bahkan, Tulus menyebutkan, diduga KCI sengaja mendapatkan penghasilan dari jualan kartu.

"Padahal core business-nya adalah menjual jasa transportasi. Tidak etis jika menangguk pendapatan dari dengan bisnis kartu," kata dia.

Tulus berharap penggunaan tiket harian tetap harus diberi akses, khususnya bagi pengguna KRL yang bukan pengguna rutin.

"Dan harus dipertimbangkan soal daya beli konsumen, yang hanya mampu beli tiket harian," ungkap Tulus Abadi.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler