jpnn.com, WASHINGTON DC - Amerika Serikat harus mempertimbangkan kemungkinan untuk mengerahkan aset senjata nuklir ke Korea Selatan di masa depan, kata sebuah lembaga think tank pada Rabu.
Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) menyebut kemungkinan itu sebagai "catatan rencana sebelum mencapai keputusan" guna mengatur kemungkinan pengerahan pasukan AS ke Korsel di masa mendatang.
BACA JUGA: Amerika dan Jepang Menuju Era Baru Energi Nuklir
CSIS, yang berbasis di Washington, juga menyarankan AS dan Korsel untuk mulai mengadakan pertemuan-pertemuan berbasis diskusi (tabletop) untuk membahas simulasi situasi darurat.
"Kedua negara sekutu harus mempertimbangkan pertemuan perencanaan tabletop untuk kemungkinan pengerahan senjata nuklir AS ke Korsel," kata Komisi CSIS untuk Korea Utara dalam laporan tentang kebijakan Korut dan langkah untuk memperluas upaya pencegahan.
BACA JUGA: Sobat Putin Janjikan Perang Nuklir Jika Rusia Kalah di Ukraina
"Perencanaan ini harus secara eksplisit menjadi sebuah catatan rencana. Tenggat waktu dan ruang lingkup terkait senjata ... harus dibiarkan ambigu," kata komisi itu.
Victor Cha, wakil presiden senior CSIS untuk Asia dan Korea, menjelaskan bahwa "catatan rencana" atau usaha awal tersebut dapat mempermudah tindak lanjut keputusan aktual atau akhir yang harus diambil oleh AS.
BACA JUGA: Bocoran Panglima Israel soal Kemampuan Nuklir Iran, Mengerikan!
"Maksudnya adalah begitu Anda memulai proses perencanaan, Anda bisa membuat keputusan untuk mempercepat atau memperlambatnya, tergantung pada perubahan di lapangan," kata Cha saat jumpa pers untuk pra tinjau laporan yang akan dirilis pada Kamis pagi waktu setempat.
Laporan itu, yang kedua yang akan dipublikasikan oleh komisi CSIS, mengusulkan masing-masing enam rekomendasi untuk kebijakan mengenai Korut dan perluasan upaya pencegahan AS.
Terkait perluasan langkah pencegahan AS, laporan itu menyebutkan bahwa Washington harus menunjukkan kemampuan nuklir serta kemauan politiknya untuk menggunakannya jika perlu.
Untuk itu, laporan tersebut menyarankan kepada AS untuk menegaskan komitmennya untuk membela Korsel, sebagian dengan menekankan bahwa Washington dan Seoul memiliki nasib yang sama.
"Saat merujuk pada 'kemampuan pertahanan lengkap AS', AS harus menekankan bahwa 'nasib bersama' AS-Korsel - yang mengandalkan kehadiran 28.500 pasukan AS di semenanjung - menjadi alasan utama dari perluasan langkah pencegahan kedua negara," katanya.
Pada catatan yang sama, laporan itu menyarankan kepada AS untuk mempertimbangkan perubahan postur strategi dan nuklirnya untuk memungkinkan atau meningkatkan "kehadiran aset strategis AS secara berkelanjutan di Semenanjung Korea."
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa Seoul mungkin terpaksa mempersenjatai diri dengan senjata nuklir jika ketegangan militer dengan Korut terus meningkat.
Pyongyang melakukan 69 peluncuran rudal balistik pada 2022, dan itu jauh melampaui rekor tahunan sebelumnya yang mencapai 25 peluncuran.
Namun, Komisi CSIS dengan tegas menentang persenjataan nuklir Korsel.
"Dalam situasi saat ini, jangan mengerahkan senjata nuklir taktis AS ke Semenanjung Korea ataupun membiarkan Korsel memperoleh senjata nuklir," kata laporan tersebut.
Sebagai gantinya, laporan itu menyarankan AS untuk mendukung peningkatan kemampuan pertahanan konvensional Korsel, termasuk dengan mengerahkan unit pertahanan rudal THAAD (Terminal High Altitude Area Defense) ke Korsel jika perlu.
"Tujuan kebijakan akhir adalah untuk mencapai denuklirisasi yang lengkap dan tidak dapat diubah. Meskipun mungkin ada langkah sementara selama prosesnya, kedua sekutu harus berusaha mencapai tujuan akhir ini," kata Komisi CSIS.
Oleh karena itu, laporan tersebut merekomendasikan AS dan Korsel untuk bersiap dengan kembalinya Korut ke meja perundingan.
"AS dan Korsel harus terus menyatakan kesediaan untuk berdiskusi dengan Korut. Ini bisa mencakup penyampaian komunikasi gabungan melalui utusan senior yang mengindikasikan kesiapan untuk berdiskusi tanpa prasyarat," katanya.
Komisi tersebut juga menekankan perlunya AS untuk mempertimbangkan penunjukan "perwakilan khusus purna waktu untuk Korut."
Laporan itu menyatakan bahwa "meski tidak ada negosiasi, utusan tersebut dapat mengoordinasikan kemungkinan peta jalan untuk denuklirisasi Korut di antara para pemangku kepentingan utama di Washington, Seoul dan Tokyo."
Saat ini, Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim juga menjabat sebagai utusan khusus AS untuk Korut.
Rekomendasi lain untuk kebijakan terhadap Korut dan perluasan langkah pencegahan AS-Korsel termasuk meningkatkan penegakan sanksi terhadap Korut, memperkuat kerja sama trilateral AS-Korsel-Jepang dan meningkatkan dukungan untuk hak asasi manusia di Korut. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif