JAKARTA – Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo menduga langkah Menteri Hukum dan HAM (Menhukham) Amir Syamsuddin dan wakilnya, Denny Indrayana, mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hanya untuk lepas tangan. Menurut Bambang, Amir dan Denny berupaya menghindari tanggungjawab hukum karena kebijakan yang salah terkait moratorium remisi dan pembebasan bersyarat (PB) bagi napi korupsi.
“Langkah Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana menjilat ludahnya sendiri dengan mengajukan banding. Patut diduga untuk menghindari tanggung jawab hukum perbuatan mereka yang mengarah pada pelanggaran Pasal 421 KUHP Buku ke II Bab 27 tentang kejahatan jabatan,” kata Bambang, Senin (12/3), di Jakarta.
Bambang menyebutkan, bunyi pasal yang dimaksud itu adalah; “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
Kemudian, pasal 333 KUHP dengan ancaman maksimal delapan tahun penjara. Bunyi ayat 1, sebut dia, "Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.”
Bambang menegaskan, patut diduga awal moratorium itu adalah kebijakan Denny melalui surat edaran yang kemudian disusul dengan SK Menteri. Alhasil, kebijakan itu pun dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
“Yang kemudian dilaksanakan oleh jajarannya yang berakibat dirampasnya hak-hak orang lain, dalam hal ini terpidana yang seharusnya sudah memenuhi syarat untuk mendapat bebas bersyarat,” ungkap politisi Partai Golkar itu.
Diberitakan sebelumnya, Rabu (7/3) lalu majelis hakim PTUN Jakarta menganggap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengetatan remisi dan PB itu telah menyalahi aturan. Majelis hakim PTUN yang diketuai Bambang Heriyanto menyatakan bahwa SK Menhukham yang dikeluarkan pada 16 November 2011 dan tiga keputusan lainnya tentang pembatalan remisi terhadap tujuh narapidana korupsi, telah menyalahi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Selain itu, majelis juga menganggap SK tersebut bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik. Gugatan itu diajukan oleh tujuh terpidana korupsi yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Suhardiman, Mulyono Subroto, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Wijayanto Legowo, H Ibrahim, dan Hengky Baramuli. Para terpidana menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum untuk mengajukan gugatan. (ara/boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas Minta Kader PD Sigap Hadapi Bencana
Redaktur : Tim Redaksi