Amnesty International Bela Pelukis Yos Suprapto, Sebut Kebebasan Berekspresi dalam Bahaya

Senin, 23 Desember 2024 – 04:46 WIB
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid (tengah). Foto: ANTARA/Anita Permata Dewi

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut kebebasan berekspresi dalam keadaan mengkhawatirkan setelah muncul kejadian pemberedelan terhadap pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional (Galnas), Jakarta Pusat dari 19 Desember 2024-19 Januari 2025.

Usman berkata demikian dalam diskusi berjudul Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan di KeKini Coworking Space, Jakarta Pusat, Minggu (22/12).

BACA JUGA: Deddy PDIP Yakin Pemberedelan Pemeran Lukisan Yos Suprapto Bukan Perintah Prabowo, Lalu Siapa?

"Saya kira ini peringatan buat masyarakat kita bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini memang sedang dalam keadaan bahaya," kata dia, Minggu.

Usman mengatakan karya seni dalam konteks hak asasi manusia (HAM), seharusnya jauh dari upaya pemberedelan.

BACA JUGA: Pemberedelan Lukisan Yos Suprapto, Bonnie PDIP Singgung Prabowo, Tidak Mungkin

Dia mengatakan pemberedelan dalam dunia seni atau ekspresi artistik terjadi di negara totaliter atau setidak-tidaknya otoriter.

Usman kemudian mengungkapkan beberapa alasan sebuah karya seni diberedel dengan alasan disensor, yakni menganggu stabilitas politik, norma agama, dan kebiasaan sosial.

BACA JUGA: Galeri Nasional Indonesia Tunda Pameran Tunggal Yos Suprapto

"Ada tiga penyebab biasanya kenapa lukisan misalnya disensor di negara-negara otoriter," kata dia.

Usman pun mencoba berimajinasi soal alasan yang membuat pameran lukisan Yos Suprapto tidak jadi dilaksanakan.

Dia mengatakan penyensoran seni di Indonesia, utamanya saat era Orde Baru, mayoritas atas dasar stabilitas politik. 

"Jadi ketika kabar lukisan Mas Yos Suprapto diminta dicabut, maka saya langsung terbayang jangan-jangan ada kritik politik di dalamnya," kata Usman.

Dia menduga masalah pembatalan pameran Yos Suprapto berkaitan dengan tema sentral yang diangkat, yakni tanah dan kedaulatan pangan.

Usman merasa lukisan Yos Suprapto menjadi semacam lidah dari masyarakat yang hak-haknya terpinggirkan oleh pembangunan yang haus dengan tanah, lapar tanah, dan tidak ramah lingkungan.

"Nah sampai di titik ini, sebenarnya ekspresi artistiknya Yos bukan sekadar ekspresi keindahan seni, tetapi sesuatu yang bersifat etik. Jadi bukan lagi artistik, bukan lagi estetik, tetapi sudah masuk dalam dimensi etik dalam bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat," ujar Usman. (ast/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler