Anak Buah Ahok Digugat Pra Peradilan Pemilik Shuttle Bus

Senin, 16 Mei 2016 – 00:42 WIB
Oknum petugas Dishub Jakarta Barat saat membawa Shuttle Bus yang dikandangkan. Foto: ist for JPNN

jpnn.com - JAKARTA –  Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta digugat pra peradilan oleh Direktur Utama PT Wahana Trans Utama Haris Muhammadun, pemilik Shuttle Bus Summarecon Serpong.

Sidang perdana sudah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 9 Mei 2016. Hari ini, 16 Mei, diagendakan sidang kedua.

BACA JUGA: Warga Ngamuk Karena Sering Disuguhi "Tontonan" Syur oleh Tamu Hotel

Damai Hari Lubis, kuasa hukum Haris Muhammadun, menjelaskan, pada sidang pertama, Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakbar tidak hadir. “Jika hari ini tergugat juga tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan,” ujar Damai Hari Lubis kepada wartawan di Jakarta, Minggu (15/5).

Dia menjelaskan, kasus ini merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia, dimana langkah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Dinas Perhubungan dan Transportasi digugat pra peradilan.

BACA JUGA: NGERI! Jembatan Penyebrangan Ambruk di Tengah Jalan Tol

“Gugatan pra peradilan ini untuk memberikan pelajaran agar petugas dishub tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya,” ujar Damai Lubis.

Kronologis kejadian, Senin, (25/4),  Shuttle Bus Summarecon Serpong B 7048 VAA, pada pagi hari, melayani penumpang berangkat dari Summarecon Serpong menuju Mall Citraland Grogol. Pada daerah Mall Taman Anggrek diberhentikan oleh tiga Petugas Dinas Perhubungan dan diminta menunjukkan surat-surat kendaraan. 

BACA JUGA: Cari Simpati, Haji Lulung Bagi-bagi Duit di Cilandak

Salah satu Petugas Dishub menanyakan Kartu Ijin Usaha (KIU), dan sudah barang tentu karena Shuttle Bus ini berdomisili di Tangerang, tidak bisa menunjukkan surat tersebut, karena untuk wilayah Kota Tangerang Surat Ijin Usaha Angkutan diberikan kepada perusahaannya, bukan kepada mobilnya. 

“Karena tidak bisa menunjukkan surat tersebut, Oknum Dishub tersebut, langsung naik ke mobil Shuttle Bus, menggiring supir menuju Pool di Rawa Buaya untuk disita,” beber Haris Muhammadun,  yang juga doktor bidang transportasi itu.

Koordinator Lapangan PT Wahana Trans Utama, yang bernama Andi Wijaya, berusaha untuk menjelaskan agar silahkan kendaraan tersebut ditilang tetapi jangan dikandangkan.  Karena Shuttle Bus Summarecon bisa menunjukkan STNK, SIM dan KIR, yang masih berlaku, sehingga tidak cukup memenuhi syarat undang-undang untuk dilakukan penyitaan. 

“Namun petugas Dishub di Pool Rawa Buaya, yang bernama Rully, tidak mau melepaskan kendaraan tersebut,” ujar Haris. Selasa, (26/4), Andi Wijaya, kembali mendatangi Pool Rawa Buaya, namun hasilnya sama saja.

Haris Muhammadun lantas membeber sejumlah hal yang dilanggar oleh Oknum Dishub Sudin Jakarta Barat tersebut. Pertama, blanko surat Catatan Bukti Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dipergunakan oknum dishub sudah kadaluwarsa, sebab pada blanko tersebut masih menggunakan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, dan sebagai penggantinya adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah .

Kedua, oknum dishub yang melakukan pemeriksaan dan penyitaan kendaraan serta yang menulis Berita Acara adalah Saksi yaitu Sdr. Catur W, dan bukan Sdr. Bona Tongam, selaku PPNS.  Sebab ketika akan ditulis Surat Bukti Catatan Bukti Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. TIPIRING/06680/JKT/IV/2016 tersebut sudah terdapat tanda tangan penyidik terlebih dahulu dalam bentuk blanko kosong, karena tulisan dalam surat tersebut sangat identik dengan tanda tangan petugas Saksi, yaitu Sdr. Catur W.

“Karena yang melakukan pemeriksaan kendaraan tersebut bukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan hanya ada tanda tangan pada blanko kosong maka disitu terdapat kesalahan yaitu tanggal  sidang  di  pengadilan  tertulis  13  April  2016,  sedangkan  tanggal   pemeriksaankendaraan adalah tanggal 25 April 2016. Jadi  mana mungkin  sidangnya lebih dahulu  baru ada kasusnya,” ulasnya.

Barang bukti yang disita buku KIR, dan tidak termasuk kendaraannya, tetapi kenyataannya kendaraan juga ikut disita alias dikandangkan.

Bahwa pada saat melakukan pemeriksaan kendaraan di jalan, kegiatan yang dilakukan oleh Dishub tersebut justru bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, karena ketika melakukan pemeriksaan kendaraan dan penyitaan kendaraan lokusnya berada di luar Terminal dan Jembatan Timbang, dan petugas Dishub tersebut tidak didampingi oleh petugas kepolisian (Psl. 262 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ;

Dijelaskan Harus, berdasar pasal 32 ayat (1) f, Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan penyitaan atas kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dilakukan jika kendaraan bermotor  tidak  dilengkapi dengan STNK yang sah, pengemudi tidak memiliki SIM,  terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik kendaraan bermotor, kendaraan   bermotor  diduga  berasal  dari  hasil  tindak  pidana, dan kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat. 

“Artinya KIU (Kartu Ijin Usaha) bukan sesuatu hal yang dapat menjadikan kendaraan Shuttle Bus disita atau dikandangkan,” pungkas Haris. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Gembira Dari Gerindra untuk Ahmad Dhani


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler