jpnn.com, MAGETAN - Subroto, 38, warga Desa Belotan, Bendo, Magetan, Jatim, tega membunuh ayah kandungnya, Sarno, 70.
Peristiwa pembunuhan kemarin (23/8) itu itu pun menggemparkan warga desa setempat.
BACA JUGA: Heboh! Sepasang Remaja Begituan di Toilet Stadion, Direkam, Video Menyebar
Sarno ditemukan terbujur kaku di belakang rumahnya dengan luka memar di sekujur tubuh bagian atas.
Diduga kuat Subroto yang mengalami gangguan jiwa itu menghabisi korban dengan tongkat bekas alat pel.
BACA JUGA: Bayi Mungil di Atas Karung Putih Sengaja Dibuang di Sawah
Ujung patahan alat pel yang sedikit runcing meninggalkan luka seperti cakaran pada dada dan lengan tangan.
‘’Saya sangat kaget, sama sekali nggak mengira (Sarno membunuh bapaknya),’’ kata Tukinem, salah seorang warga.
Tukinem mengungkapkan, Sarno sejatinya sangat sayang dengan Broto -sapaan Subroto- kendati menderita gangguan jiwa.
Selama ini, korban tinggal serumah dengan anak bungsu lima bersaudara itu. Sedangkan empat anak lainnya sudah hidup berumah tangga sendiri.
Dua di antaranya menetap di Kalimantan dan masing-masing satu di Surabaya dan tinggal sedesa.
Sarno yang tercatat sebagai ketua RT 11/RW 04 itu pula yang sehari-hari merawat dan memenuhi kebutuhan Broto.
‘’Juga membawanya berobat kalau penyakitnya itu sedang kambuh,’’ ujar Tukinem kepada Jawa Pos Radar Magetan.
Dia menyebutkan, Broto sudah sering dibawa berobat ke Solo dan Ngawi. Meski begitu, warga memilih menjaga jarak karena khawatir penyakitnya mendadak kambuh.
Apalagi, empat tahun lalu seorang warga yang melintas di depannya langsung dilempari batu tanpa alasan jelas. ‘’Selama ini Broto tidak pernah keluar rumah,’’ ungkapnya.
Tukinem pula yang kali pertama mengetahui Sarno tewas mengenaskan. Bermula saat dia lewat belakang rumah Sarno untuk mencari grasak (daun kering) sebagai pakan ternak sekitar pukul 06.30.
Tidak sengaja matanya melihat korban tengkurap di tanah depan pintu belakang dapur. Posisinya menghadap arah utara.
Awalnya, Tukinem mengira Sarno sedang pingsan. Karena itu, dia lantas memanggil tetangga lain untuk ikut memastikan kondisinya.
Nah, saat coba dibangunkan, terlihat bagian kepala dan lengan tangan korban sudah penuh luka. ''Karena takut lalu diberitahukan ke warga lainnya,'' ujarnya.
Kasatreskrim Polres Magetan AKP Partono menyatakan, berdasarkan keterangan sejumlah saksi, dugaan pelaku pembunuhan mengarah ke Broto.
Setidaknya, warga dan sang kakak yang tinggal sedesa menyebut Broto memiliki gangguan kejiwaan sejak belasan tahun lalu sekembalinya dari Kalimantan.
Broto juga tinggal serumah dengan Sarno dan tidak dalam kondisi dipasung. Sementara, Sarno dikenal sebagai sosok yang baik dan rajin salat berjamaah di masjid.
Jika keterangan tersebut dikaitkan, kata Partono, pelaku hanya mengarah kepada Broto.
Bagaimana dengan kronologi pembunuhan? Mantan kapolsek Ngawi Kota itu mengatakan, pembunuhan diperkirakan pukul 24.00 hingga 01.00 dini hari.
Itu berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang menyebutkan bahwa kematian korban baru delapan jam dari saat pemeriksaan pukul 08.00.
Nah, saat itu kuat dugaan Broto membangunkan bapaknya yang tidur, lalu membawanya ke dapur belakang. ‘’Di sana dibunuh,’’ ujarnya.
Partono juga menyebut ada versi lain waktu pembunuhan yakni sekitar pukul 18.00-19.00. Sebab berdasar keterangan warga, pada Selasa malam (22/8) Sarno tidak ikut salat jamaah magrib dan isya di masjid.
Partono menuturkan, Broto diduga memukuli Sarno dengan tongkat bekas alat pel yang patah.
Itu terlihat dari banyaknya memar pada bagian wajah dan luka berdarah pada dahi. Kuat dugaan Sarno tidak bisa melawan karena faktor usia yang sudah lanjut.
Masih dengan alat yang sama, lanjut dia, berulang kali Broto menghujami tubuh bapaknya dengan ujung patahan alat pel. Aksi membabi buta itu tidak berhenti di situ.
Broto kemudian mencekik leher bapaknya hingga tewas. Tongkat yang digunakan untuk menganiaya ditemukan di samping kanan tubuh Sarno tergeletak.
‘’Belum diketahui. Karena gangguan kejiwaan itu, jadi tidak bisa ditebak,’’ jelasnya saat ditanya motif pembunuhan.
Partono menambahkan, saat warga mulai memadati rumah Sarno, Broto diketahui sedang tidur di kamar depan.
Petugas pun memutuskan memborgol kedua tangan dan menali kakinya dalam kondisi terbaring di kasur.
Itu dilakukan sebagai antisipasi agar tidak mengancam keselamatan warga jika sewaktu-waktu mengamuk.
Partono sempat mencoba berkomunikasi dengan Broto. Yakni menanyakan apa alasan membunuh bapaknya.
Namun, jawaban yang diberikan malah melantur. ‘’Semuanya ini sudah sarapan belum?’’ jawab Broto tanpa ekspresi.
Pantauan Jawa Pos Radar Magetan, saat jasad hendak dibawa ke RSUD dr Sayidiman untuk diotopsi, Sukesi anak Sarno menangis histeris.
Perempuan itu menolak bapaknya dibawa ke rumah sakit dan meminta untuk segera dikuburkan. Kendati demikian, polisi bergeming karena itu merupakan prosedur.
Kapolsek Bendo AKP Daeng Winarto menambahkan, otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kematian Sarno. Juga memastikan apakah betul Broto yang menjadi pelaku pembunuhan. Terutama dari sidik jari yang menempel di leher korban saat mencekik.
Sedangkan Broto akan dibawa ke RSUD dr Soeroto untuk memastikan kondisi kejiwaannya.
‘’Kami tidak bisa hanya berdasarkan pengakuan warga. Perlu ada bukti dan dasarnya,’’ tegasnya. (cor/isd)
Redaktur & Reporter : Soetomo