jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah komunitas anak muda di berbagai kota seperti Samarinda, Sumedang, dan Banda Aceh menyoroti persoalan pragmatisme di kalangan pemuda dalam berpolitik.
Para anak muda itu juga mencermati fenomena elitisme dan politik dinasti yang menguat seiring dengan dominasi oligarki dalam wajah politik mulai dari daerah sampai nasional.
BACA JUGA: Anies Apresiasi Partisipasi Anak Muda Kawal Pemilu Lewat Pahlawan Demokrasi
Tokoh anak muda Samarinda yang juga Founder Forum Milenial Nusantara, Husain Firdaus menyatakan dukungannya terhadap gagasan gerakan politik alternatif mengingat wilayah utama politik telah didominasi oleh pragmatisme apatisme di satu sisi dan di sisi lain oligarkisme dan politik dinasti.
Husain menilai antara lain gagasan capres alternatif yang digerakkan sejumlah komunitas kepemudaan di sejumlah daerah merupakan sebuah gagasan rasional.
BACA JUGA: Sukarelawan Bepro Ajak Anak Muda Pilih Prabowo di Pilpres 2024
"Wacana capres alternatif merupakan respons cerdas dan sikap kritis anak-anak muda untuk menantang gejala elitisme dan kesenjangan politik yang semakin menguat di berbagai lini, ekonomi maupun politik," kata Husain dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (11/10).
Menurut dia, menguatnya apatisme di satu sisi dan politik dinasti dan oligarki di sisi lain menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi aktivis anak muda saat ini.
“Negara inimilik anak bangsa, bukan negara 'anak mantu' dan juga bukan negara milik sekelompok orang tertentu," lanjutnya.
Husain menekankan bahwa harus dicari sosok pemimpin muda yang benar-benar paham dan memperjuangkan kepentingan anak-anak muda.
Sebagai contoh, pihaknya menilai sosok Dimas Oky Nugroho sebagai Ketua Perkumpulan Kader Bangsa, selama ini sudah berkecimpung di berbagai pengalaman, baik di isu politik, budaya dan ekonomi.
"Juga dekat dengan banyak elemen, sehingga relevan untuk menjadi salah satu pemimpin muda alternatif yang kita majukan," papar Husain.
Inisiator gerakan 'Nusantara' Anak Muda Satu Nusa Satu Suara asal Bandung, Raihan Muhammad Akmal juga menyatakan munculnya gerakan ini adalah bentuk kritik karena selama ini isu anak muda terutama terkait bonus demografi hanya dijadikan isu pelengkap oleh elit politik sebagai display.
"Misalnya kami memunculkan nama Dimas Oky Nugroho menjadi simbol gerakan moral untuk menantang elitisme yang tidak berpihak pada perkembangan serta pemberdayaan anak muda secara nyata," kata Raihan.
Sementara itu, salah satu pimpinan komunitas muda Banda Aceh, Muhammad Ibda menyatakan dukungannya terhadap gagasan anak-anak muda di beberapa kota yang tergabung dalam Gerakan Nusantara untuk menggagas politik alternatif dan capres alternatif guna mengimbangi kekuatan oligarki dan politik dinasti.
Dia mencontohkan sejumlah nama tingkat nasional yang dinilai berpotensi sebagai sosok capres alternatif. Salah satu yang diusung oleh Gerakan Nusantara adalah Dimas Oky Nugroho.
Menurutnya, Dimas dikenal oleh kalangan anak muda, komunitas kreatif dan aktivis intelektual di banyak daerah dengan berbagai program pemberdayaan dan pemikirannya yang mendorong kepemimpinan anak muda sedari awal.
Dimas Oky Nugroho lantas merespons usulan anak-anak muda yang menggagas capres alternatif tersebut sebagai satire politik.
Dia juga menyoroti berbagai pihak yang menilai sikap kritis anak muda terhadap situasi saat ini yang dinilai elitis dan artifisial menjauh dari isu-isu mendasar kepentingan anak muda itu sendiri.
Namun, Diman mengingatkan bahwa dalam sejarah aktivisme politik, anak-anak muda biasanya akan bergerak jika muncul kesenjangan.
"Fokus kami selama ini adalah ikut berpartisipasi meningkatkan SDM dan jejaring anak muda di seluruh Indonesia secara inklusif, agar mampu menjadi pemain utama, bukan penonton dalam proses transformasi sosial ekonomi dan politik," tutur Dimas.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra