jpnn.com, JAKARTA - Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia (PMPR Indonesia) menyambangi Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengadukan dugaan korupsi berjemaah yang dilakukan Direksi Mitratel pada Jumat (12/5).
Mereka sempat melakukan aksi dulu di Kantor PT Dayamitra Telekomunikasi, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan.
BACA JUGA: Dinilai Tebang Pilih Terhadap Pengkritik Jokowi, Begini Penjelasan Mas Tjahjo
Setelah itu, massa bergerak ke BPK untuk mengadukan adanya dugaan korupsi di perusahaan telekomunikasi tersebut.
Sekjen PMPR Indonesia, Fajar Budhi Wibowo mengatakan Mitratel merupakan provider pada bisnis penyedia menara pemancar telekomunikasi dan infrastruktur bagi beberapa operator telekomunikasi di Indonesia.
Pada 3 Desember 2004, saham perusahaan ini 100 persen dimiliki oleh PT. Telekomunikasi Indonesia sehingga kondisi seperti itu menjadikan Mitratel sebagai anak perusahaan di bawah BUMN.
"Sudah barang tentu Mitratel bagian dari Badan Usaha Milik Negara," kata Fajar.
BACA JUGA: Bantu Pemerintah, PBNU Siap Mengubah Ideologi Anggota HTI
Kemudian, lanjutnya, pada 20 September 2010, Mitratel membentuk suatu koperasi yang diberi mana Koperasi Mitra Telekomunikasi (KOMITEL) sebagai entity support untuk kebutuhan internal.
Pada pelaksanaanya, Komitel memiliki posisi yang strategis dan mendominasi pengelolaan proyek di bidangnya.
BACA JUGA: Mendagri Tunggu Niat Baik Vero Si Pengecam Jokowi di Depan Ahoker
Menurut dia, KOMITEL disuplai pekerjaan atau project untuk mengelola menara komunikasi kurang lebih ada 25.000 menara.
Namun, sangat disayangkan aktivitasnya diduga lepas dari pengawasan dan kontrol BPK.
Padahal, kata Fajar, sumber pekerjaan dan pendanaan Komitel berasal dari BUMN, apalagi disinyalir Komitel dan Mitratel kerap mengeluarkan dana melebihi dari nilai normatif yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam pengurusan perizinan.
"Pembangunan maupun maintenance menara telekomunikasi," ujarnya.
Dia menduga ada pekerjaan yang bernilai miliaran rupiah diberikan langsung oleh Mitratel kepada Komitel tanpa adanya proses tender.
Padahal, seharusnya sesuai ketentuan itu wajib ditenderkan jika nilai proyeknya di atas Rp 200 juta.
"Ini menimbulkan persepsi dan dugaan publik bahwa Komitel dijadikan kendaraan untuk melakukan KKN serta TPPU (tindak pidana pencucian uang) oleh para pejabat di Mitratel," tegasnya.
Karena itu, Fajar meminta BPK untuk melakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh terhadap perguliran dan pengelolaan keuangan di Mitratel serta Komitel.
Bahkan, pihaknya akan mengawal proses ini sampai tuntas.
"Apabila hasilnya terbukti ada kejanggalan ataupun penyelewengan keuangan, maka kami akan bertindak tegas melaporkan ke proses hukum untuk dipertanggungjawabkan atas kelalaian dan kesalahannya," pungkas Fajar. (rmo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fadli Zon Ngaku Sudah Diincar Sejak Aksi 411
Redaktur & Reporter : Natalia