jpnn.com, JAKARTA - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) memprediksi Joe Biden bakal menjadi presiden terpilih Amerika Serikat dengan mengalahkan pesainya Donald Trump. Pasalnya, Biden telah memenangi penghitungan suara Pilpres Amerika Serikat di negara bagian Georgia.
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Partai Gelora Indonesia Henwira Halim menyebut terpilihnya Biden sebagai Presiden AS, tetap tidak akan signifikan mengubah kebijakan AS di indonesia.
BACA JUGA: Analisis Direktur Pasific Studies Jika Joe Biden Memenangi Pilpres AS dan Dampaknya Bagi Indonesia
Menurut dia, sejak Barack Obama menjadi Presiden AS yang dilanjutkan dengan kepemimpinan Donald Trump, kebijakan negara Paman Sam terhadap Indonesia tidak berubah.
Namun, kata dia, terpilihnya Biden akan membuka peluang bagi Indonesia untuk berperan dalam negosiasi AS dan Tiongkok. Pasalnya, AS akan banyak berkomunikasi dengan Tiongkok di bawah kepemimpinan Biden.
BACA JUGA: Update Pilpres AS: Biden di Ambang Kemenangan, Trump Bisa Bikin Kejutan
"Di mana Indonesia akan memiliki kesempatan lebih besar untuk berperan penting meredakan ketegangan di kawasan," kata Henwira dalam keterangan resminya kepada awak media, Sabtu (7/11).
Menurut Henwira, ketegangan antara AS dan Tiongkok akan tetap berlanjut dalam hal unjuk kekuatan pertahanan dan militer. AS tetap akan menggelontorkan anggaran besar untuk mengimbangi kekuatan militer Tiongkok.
BACA JUGA: Bagaimana Jika Donald Trump vs Joe Biden Imbang? Begini Solusinya
"AS selalu memandang harus ada perimbangan terhadap perkembangan militer RRC terutama aktivitas mereka di Kawasan Laut China Selatan. Kerjasama pertahanan ini yang harus dimanfaatkan betul Indonesia," kata dia.
Lebih lanjut, kata Henwira, AS memandang Indonesia sebagai jangkar ASEAN yang berpotensi sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan negeri tirai bambu di Laut China Selatan.
Indonesia dinilai AS dan juga Tiongkok, merupakan negara ASEAN yang memiliki kredibilitas tinggi sebagai pihak yang netral.
"Indonesia bisa berkontribusi meredakan ketegangan antara kedua kekuatan global tersebut, AS dan Tiongkok. Indonesia harus aktif melakukan pendekatan kepada keduanya untuk mencari cara pendekatan alternatif yang dapat mengurangi ketegangan militer," ujar dia.
Dia melanjutkan, Indonesia punya peran strategis untuk menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Dengan begitu, Indonesia harus bisa menjawab tantangan kepemimpinan ASEAN dalam mencari solusi damai.
"Jadi Indonesia punya peran strategis untuk lebih aktif berdiplomasi melakukan engagement (keterikatan, red) bukan saja ke ASEAN, tapi juga ke RRC untuk mencari cara-cara damai menyelesaikan sengketa wilayah di kawasan Laut China Selatan," tegasnya.
Henwira menegaskan, hanya kepemimpinan Indonesia yang bisa menyatukan ASEAN guna berunding dengan Tiongkok dalam rangka menyelesaikan klaim sepihak negara Tirai Bambu terhadap wilayah-wilayah negara-negara ASEAN di Laut China Selatan.
"Tanpa kemimpinan Indonesia akan berat bagi ASEAN untuk bisa kompak dan padu dalam upaya menyelesaikan permasalahan di Laut China Selatan. Indonesia dipandang sebagai negara netral, meskipun wilayahnya di Natuna juga diklaim Tiongkok," tandasnya.
Henwira menambahkan, ketegangan antara AS dan Tiongkok yang akan dihentikan Joe Biden jika terpilih sebagai presiden, hanya masalah perang dagang saja. Hal itu tidak akan menyentuh kekuatan pertahanan atau militernya.
"Biden diperkirakan menghentikan perang dagang AS-RRC. Mungkin akan menghidupkan kembali prakarsa pakta perdagangan Trans Pacific Partnership yang dicanangkan oleh Barack Obama, namun dibatalkan oleh Donald Trump," tandas Henwira.
Buat Tiongkok, kata dia, Biden tampak lebih mudah diajak berunding soal ekonomi sementara Trump lebih berpotensi melemahkan. Walakin risiko konflik akan jadi lebih besar.
Tiongkok juga paham bahwa standoff militer dengan AS tidak akan banyak bergeser. Siapa pun yang menang, kata Henwira, posturing kedua negara tidak akan banyak berubah. (ast/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan