Analisis Reza soal Kasus Vina Setelah Widi & Mega Buka Suara, Waswas Kekacauan di Mabes Polri

Senin, 29 Juli 2024 – 02:02 WIB
Reza Indragiri. Ilustrasi Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyampaikan analisis terbaru soal kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Eky Rusdiana di Cirebon pada 2016 yang masih menjadi kontroversi.

Reza menyampaikan analisis setelah mendengar keterangan dua sahabat Vina, yakni Widi dan Mega tentang detik-detik komunikasi mereka melalui ponsel pada malam 27 Agustus 2026.

BACA JUGA: Pengakuan Dede Soal Skenario Kasus Vina Bisa Langsung Diusut, Tak Perlu Laporan

Menurut pakar penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu, peluang exoneration bagi para terpidana akan makin tinggi setelah dua sahabat Vina itu buka suara.

"Artinya, keterangan Widi dan Mega dapat mengoreksi status hukum delapan terpidana kasus Cirebon, dari terpidana menjadi orang yang tidak bersalah dan bebas," ujar Reza saat dikonfirmasi JPNN.com, Minggu malam (28/7).

BACA JUGA: Merasa Berdosa, Dede Siap Masuk Penjara Menggantikan 7 Terpidana Kasus Vina

Salah satu poin yang disampaikan Widi kepada Reza adalah mereka masih berkomunikasi melalui ponsel sekitar pukul 22.00 WIB lewat, di mana saat itu Vina disebut mengaku happy bertemu kekasihnya, Eky.

Oleh karena itu, kata Reza, amat sangat penting bukti komunikasi elektronik via gawai para tersangka dan kedua korban pada 27 Agustus 2016, dibuka serinci mungkin lalu dibawa ke mekanisme peninjauan kembali kasus Vina di Mahkamah Agung.

BACA JUGA: Menteri Trenggono Diperiksa KPK soal Aliran Uang Dugaan Korupsi, Kasusnya

Menurut dia, bukti saintifik ini akan menunjukkan apakah ada atau tidak ada komunikasi terkait pembunuhan berencana dan apakah Vina dan Eky masih hidup atau sudah tewas pada jam 22.

"Jam 22 ini tercantum pada berkas perkara sebagai waktu penemuan jasad mereka di jembatan," ucap pakar yang pernah mengajar di STIK.PTIK itu.

Maka dari itu, dia mendorong Polri selekasnya membentuk semacam conviction integrity units (CIUs). Di organisasi kepolisian di sekian banyak negara, CIUs dibentuk sebagai unit khusus yang me-review dan mengoreksi kasus-kasus salah pemidanaan terhadap warganegara. Baik kesalahan berupa false arrest, wrongful detention, bahkan wrongful imprisonment.

Jadi, katanya, alih-alih menunggu terpidana menemukan alat bukti baru, justru institusi kepolisian sendiri--melalui CIUs--yang berinisiatif mengubah nasib para terpidana.

Reza mengatakan jalan yang ditempuh adalah CIUs menemukan novum, lalu membawanya ke mekanisme hukum yang berlaku, sehingga terpidana yang tidak melakukan kejahatan dapat diubah status hukumnya serta dipulihkan nama baiknya.

"Sikap profesional nan luhur itu, sekali lagi, dilakukan oleh institusi kepolisian," kata sarjana psikologi dari UGM itu.

Reza menuturkan bahwa Polri sepatutnya membentuk unit ad interim dengan tugas menyerupai CIUs. Semakin baik jika menyertakan representasi publik di dalamnya.

Eksaminasi dengan format gabungan ini dilakukan sebagai penawar atas pekatnya keragu-raguan masyarakat akan kesungguhan dan kejujuran Polri dalam mengurai benang kusut kasus Cirebon.

Berdasarkan data yang dihimpun CIUs di beberapa negara, katanya, kebanyakan kasus salah pemidanaan disebabkan oleh police misconduct dan false confession.

"Artinya, penyidik sengaja tidak mengungkap bukti-bukti yang dapat meringankan bahkan membebaskan terdakwa, serta saksi memberikan keterangan palsu," ujar Reza.

Mengacu pemberitaan media Indonesia, dua faktor itu pula yang terindikasi kuat ada pada kasus Vina Cirebon. Yakni, CCTV di jembatan serta gawai para terpidana dan kedua korban tidak dibuka lalu dianalisis oleh penyidik.

Juga, adanya beberapa saksi, bahkan para terdakwa (kini terpidana), yang diduga kuat telah memberikan keterangan palsu kepada penyidik Polda Jabar dan majelis hakim di persidangan pada tahun 2016.

Pada awalnya, Reza memandang kekacauan sistemik terkait pengungkapan kasus Cirebon sebatas berada di Polda Jawa Barat. Namun, apa yang terjadi jika Mabes Polri juga tidak kunjung tuntas, menyeluruh, objektif, dan transparan, plus tanpa tenggat waktu kerja yang definitif, menangani kekacauan Polda Jabar itu?

"Saya waswas, simpulan tentang kekacauan sistemik itu nantinya juga akan dikenakan ke level Mabes Polri. Bagaimana mungkin Mabes Polri ikut-ikutan tidak berhasil mengurai kesemrawutan pengungkapan kasus Cirebon, mengingat kasus tersebut hanya pidana umum atau kriminalitas konvensional alias kejahatan jalanan belaka," tutur Reza.

Dia menambahkan bahwa poin di atas akan menjadi sampel kinerja buram atas butir ke-3 (Menjadikan SDM unggul Polri di era police 4.0), ke-4 (Perubahan teknologi kepolisian modern di era police 4.0), ke-6 (Peningkatan kinerja penegakan hukum, ke-14 (Pengawasan pimpinan terhadap setiap kegiatan, dan ke-15 (Penguatan fungsi pengawasan) Program Prioritas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Biadab! 2 Oknum Guru MTI di Canduang Ini Cabuli 40 Santri


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler