jpnn.com - JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) masih memiliki "peluang emas" memenuhi harapan rakyat mengoreksi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Apalagi jikga merujuk data Bloomberg, harga minyak mentah WTI (acuan Amerika Serikat) pekan lalu anjlok 1,02 persen ke level USD 65,17 per barel untuk kontrak Januari 2015.
Dalam periode kontrak yang sama, minyak mentah Brent (acuan Eropa) turun 1,40 persen pada posisi USD 68,10 per barel. [Baca: Harga BBM Bersubsidi Bakal Turun]
BACA JUGA: Ritel Asing Banyak Sedot Uang Desa
Wacana turunnya harga BBM bersubsidi ini menjadi perhatian Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Ia pun berkicau dalam serial tweet lewat @anasurbaningrum beberapa saat lalu.
Analisisnya disampaikan secara tertulis oleh terpidana korupsi Hambalang ini dari balik sel tahanan. Tulisannya kemudian dititipkan ke pengacaranya lalu diunggah ke twitter oleh admin.
BACA JUGA: PGN Peringkat Empat Keterbukaan Informasi
Anas mengatakan, sekarang harga minyak internasional terus bergerak turun dan tembus angka US$ 65 per barel, terendah dalam 5 tahun terakhir. Bahkan sempat menyentuh angka US$ 63. Angka yang jauh dari asumsi APBN 2015 sebesar US$ 105. Bukan tidak mungkin harga minyak akan terus turun atau bertahan pada angka yang relatif rendah seperti sekarang.
Anas ingatkan, ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan, harga minyak dunia di kisaran US$ 80, di bawah asumsi APBN. Karena itulah kritik begitu keras dari oposisi sewaktu pemerintah menaikkan harga BBM.
BACA JUGA: Evercoss Perluas Pabrik Perakitan di Semarang
Dan menurut Anas sebaik apapun Pemerintah menjelaskan kenaikan harga BBM bersubsidi, dengan bahasa pengalihan subsidi, tetap saja tak populer. Popularitas Pemerintah kini turun, kepuasan publik merosot, dan ada hasil survei yang menyebut angkanya di bawah 50 persen. Menurutnya itu rumus umum yang wajar.
"Beruntung kebijakan itu lahir di awal pemerintah bekerja, ketika tabungan politik masih tinggi di masa bulan madu. Tidak ada kemarahan yang meletup secara eksplosif, meski ada korban meninggal ketika demonstrasi menolak kenaikan harga BBM. Media pun memberikan ruang yang cukup besar untuk pemerintah menyosialisasikan argumentasi, pertimbangan dan program-programnya," lanjut dia.
Nah, ketika sekarang harga minyak dunia makin turun, menurut dia inilah "peluang emas" yang sangat terbuka bagi pemerintah bermanuver. Sangat logis dan sudah seharusnya Pemerintah mengambil kesempatan ini untuk mengoreksi harga BBM bersubsidi.
"Pertimbangan pokoknya adalah untuk kepentingan rakyat. Koreksi harga yang rasional adalah kegembiraan bagi rakyat. Manfaat politiknya juga akan sangat besar bagi Pemerintah. Sebagian kekecewaan pasti akan berhasil diobati," ujar Anas.
Mantan Ketua Umum PB HMI ini mengatakan, kekecewaan rakyat tidak boleh diremehkan dan mengobati kekecewaan itu penting diprioritaskan. Publik bisa menghitung sendiri berapa harga BBM bersubsidi yang wajar ketika harga sudah menyentuh US$ 65.
Dia menegaskan, subsidi adalah salah satu tugas negara yang dijalankan Pemerintah. Yang penting efektif, tepat dan berfaedah besar. Tidak ada yang mubazir ketika pemerintah menyubsidi urusan dan hajat rakyatnya karena itulah fungsi perlindungan. Ruang fiskal bukan tujuan utama. Ruang fiskal perlu dijaga seimbang dan 'ruang hidup' rakyat fakir-miskin agar tidakk pengap.
"Jadi, kalau jelang tahun baru ada koreksi harga BBM yang menggembirakan rakyat, itu pilihan rasional yang bertanggungjawab. Koreksi harga BBM, karena faktanya harga minyak dunia merosot tajam , akan bisa menjadi kado manis tahun baru," urai Anas. (ald/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wika Sambut Baik Rencana Pengurangan Setoran Dividen
Redaktur : Tim Redaksi