jpnn.com - SEJAK beroperasi di tahun 2000, maskapai penerbangan Lion Air sudah menjelma menjadi maskapai swasta terbesar di Indonesia.
Untuk urusan destinasi domestik, tak bisa terbantahkan, Lion Air yang bertarif rendah ini menjadi favorit. Bahkan untuk tujuan internasional, Lion bersama maskapai pelat merah nasional, sedang bersaing dengan maskapai asing sekelas AirAsia.
BACA JUGA: Presiden Dorong Turunkan Suku Bunga, OJK Panggil Bank
Namun di tengah label favorit itu, Lion Air juga menjadi maskapai yang paling sering di-bully dan acap kali jadi trending topic.
Ya, apalagi kalau bukan karena seringnya jadwal flight Lion Air yang delay, delay dan delay lagi.
BACA JUGA: Optimistis, Honda Siapkan 200 Diler Baru
"Kami menyadari itu (sorotan publik). Lion terus berusaha memperbaikinya. Itu menjadi prioritas kami, bagaimana membuat semua jadwal kami on time," ujar Direktur Utama Lion Air, Edward Sirait, di sela perjalanan kerjanya di Kuala Lumpur, Kamis (28/1).
Edo, panggilan pria berkumis ini juga menyadari, maskapainya sering menjadi bulan-bulanan di media sosial. Dan, sorotan tersebut ternyata menjadi perhatian khusus buat Lion Air.
BACA JUGA: Bina Pengerajin Daerah, Koperasi Karya Nurani Rakyat Minta Dukungan Menperin
"Bagaimana pun, media sosial (trending topic) kan menjadi perhatian atau bahkan pegangan di era sekarang. Satu penumpang kami bicara di medsos, yang lain menimpali, sudah..selesai lah Lion, jadi trending," katanya.
Apakah berpengaruh terhadap kredibilititas dan income Lion Air? "Ya menurut saya sih nggak," candanya kemudian tertawa. "Tapi bagi anak-anak (bawahannya) ya berpengaruh lah," imbuh Edo.
Diketahui, penerbangan maskapai Lion Air bukan point to point melainkan multi penerbangan dengan banyak tujuan. Jadi, kasarnya, kalau satu delay, mayoritas flight akan delay. Ini terjadi karena Lion Air berkompetisi dengan low cost carrier.
Untuk membuat penerbangan mereka point to point, bisa saja, namun harus menaikkan tarif untuk membayar biaya operasional yang tinggi.
"Dimana-mana, penerbangan yang dilakukan satu rute itu akan berpengaruh pada harga tiket pesawat. Kalau point to point, produktivitas harus diimbangi cost tinggi. Imbasnya kan ke konsumen," ujar Edo.
Hhmmm...bisa Anda bayangkan kalau harga tiket Jakarta - Solo yang misalnya Rp 600 ribu-an, menjadi Rp 1 juta-an.
"Ya intinya sekarang, memang kami yang dituntut bekerja keras," tandasnya. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2016, Indonesia Produksi Obat Biologis untuk Pasar ASEAN
Redaktur : Tim Redaksi