JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mempertanyakan sikap kepolisian yang menerima laporan dari seorang yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buronan. Seharusnya, polisi harus menangkap buronan dan tidak membiarkannya pergi setelah menyampaikan laporan.
Hal tersebut dikemukakan Neta menyusul adanya laporan dari Dudy Haryadi terhadap PT Peterson Mitra Indonesia (PMI) ke Polda Jawa Timur, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Dudy adalah DPO kasus perusakan dan pembobolan gudang kedelai yang dikuasakan ke PT PMI.
"Melapor itu hak tiap warga negara. Tapi kalau laporan dari orang yang masuk DPO, jadi aneh," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Jumat (13/7).
Dudy yang juga Direktur Utama PT Sekawan, ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri lewat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada Niki Budiman selaku kuasa hukum PT PMI. Selain Dudy, kepolisian juga menetapkan Audric Haryadi (Direktur Utama PT Cita), Ansley Haryadi dan Nurdin Bustam (Direktur Utama PT AA). Mereka disangka telah mencuri dan menggelapkan kedelai yang ada di gudang PMI di Romokalisari, Surabaya, Jatim, pada Februari 2011.
Neta menambahkan, kejadian ini merupakan bukti masih lemahnya pengawasan pimpinan kepolisian terhadap anak buahnya. Neta juga mendukung langkah PMI yang telah melaporkan kasus ini ke Propam Mabes Polri.
Sementara Niki menyebut, kejadian ini sangat tak adil sebab selaku korban mereka malah disalahkan oleh tersangka yang berstatus DPO. "Kami protes dengan sikap kepolisian yang sangat tak adil ini," katanya.
PT PMI bertugas menjaga dan mengontrol kedelai milik Quadra Commodities SA dan AWB Geneva SA di Indonesia. Kedelai disimpan di gudang yang telah diverifikasi sebelum dilunasi pembeli, yang dalam kasus ini adalah PT Alam Agriperkasa dan PT Cita Bhakti Mulia, serta PT Sekawan Makmur. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditangkap KPK, Jabatan Langsung Dicopot
Redaktur : Tim Redaksi