CITEUREUP - Sengkarut di megaproyek Sport Center Hambalang tak hanya soal dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Informasi yang diterima Radar Bogor (JPNN Group), proses pembebasan lahan di proyek ini mengandung patgulipat.
Perlu diketahui, tanah Hambalang sepenuhnya adalah milik negara. Status itu sejak sertifikat hak guna usaha (HGU) milik Buana Estate kepunyaan Probo Sutedjo berakhir pada 31 Desember 2002. Tapi anehnya, negara harus mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk pembebasan lahan.
Kabar yang tersiar, dari anggaran miliaran rupiah yang disiapkan pemerintah, hanya ratusan juta rupiah yang sampai ke tangan warga. Saat itu, pemerintah menyiapkan dana dari kas negara sebesar Rp22 ribu per meter persegi untuk pembebasan lahan. Tapi ketika ditelusuri Radar Bogor, warga mengaku hanya menerima uang pembebasan Rp5.000 per meter persegi.
Sebenarnya warga tak keberatan dengan nilai kompensasi yang mereka terima. Itu karena sebagian penggarap menyadari bahwa lahan garapannya bisa diambil kembali sewaktu-waktu oleh pemerintah, tanpa ada penggantian sama sekali.
Justru kompensasi tersebut membuat warga curiga. Seperti yang dirasakan salah satu penggarap, Encep Udel (53). Warga RT 02/04, Kampung Hambalang Desa Hambalang itu mengaku bingung, saat menerima uang kompensasi pelepasan lahan garapannya. "Kami selalu siap kok jika lahan pertanian kami diambil kembali pemerintah," jelasnya.
Encep bersama almarhum ayahnya menggarap lahan seluas 1.000 meter persegi untuk menjadi kebun pisang dan nangka. Dari lahan yang dia garap tersebut, Encep mendapat kompensasi sebesar Rp5 juta.
"Harga per meter katanya lima ribu rupiah. Kami sih terima saja. Tapi ada beberapa penggarap yang curiga nilai itu hasil potong sana-potong sini," tutur staf keamanan pos tiga proyek Hambalang itu.
Selain Encep, ada sebanyak enam penggarap lain yang lahannya di-take over pemerintah untuk menjadi proyek Hambalang. Mereka di antaranya, Udom, Saripudin, Ujang, Cecep, Gani dan Rusbi. Kecuali Encep Udel, Gani dan Udom, semua telah meninggal. Rata-rata, luasan lahan yang mereka kelola dari mulai 1.000 meter persegi sampai 3.000 meter persegi.
Ketika ditemui, Gani tidak mau mengakui pernah menggarap lahan berkategori lahan kering itu. Sedangkan Udom (65), dia membenarkan jika semua penggarap menerima kompensasi sebesar Rp5 juta. Udom menyetujui lahan garapannya diambil lantaran saat itu, ia beserta keluarga sedang membutuhkan uang.
"Saya kurang tahu juga soal besarannya seharusnya berapa. Saat itu, saya cuma dapat lima juta rupiah dari lahan seluas seribu meter persegi," ungkapnya pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu.
Sementara, ketika ditanya soal ihwal pembebasan lahan tersebut, Kepala Desa (Kades) Hambalang, Encep Dani belum mau komentar. "Wah saya tidak tahu soal itu," singkatnya.(yaz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SDA Yakin Tak Ada Pejabat Kemenag Terlibat
Redaktur : Tim Redaksi