Anggap Biaya Pemilu Terlalu Tinggi, Suhu Intel Tak Mau Berdiam Diri

Jumat, 12 Juli 2019 – 16:21 WIB
AM Hendropriyono di DPR, Jumat (12/7). Foto: M Kusdharmadi/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Mahmud Hendropriyono menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (12/7). Tujuan kedatangan guru besar ilmu intelijen itu untuk menyuarakan pendapatnya tentang pemilu dan efeknya.

"Saya sebagai rakyat biasa tetapi tidak bisa diam saja. Kalau semuanya diam saja, kan namanya tidak ada partisipasi rakyat," kata Hendro kepada wartawan.

BACA JUGA: Sejumlah Ketua DPD Golkar Dinonaktifkan, Posisi Bamsoet Makin Kuat

Mantan ketua umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu mengaku mendiskusikan persoalan pemilu bersama Bamsoet. Hal yang dibahas antara lain biaya pemilu yang mahal hingga situasi nasional.

BACA JUGA: Mantan KaBIN Ingatkan WNI Keturunan Tak Umbar Provokasi Berpotensi Kudeta

BACA JUGA: PP AMPG Total Dukung Bamsoet untuk Pimpin Golkar

Hendro menjelaskan, pada 2004 uang negara yang dihabiskan untuk pemilu mencapai Rp 3 triliun. Pada 2009, menjadi Rp 8 triliun.

Selanjutnya biaya untuk pemilu pada 2014 naik menjadi Rp 15 triliun. Terakhir, biaya Pemilu 2019 mencapai Rp 25 triliun.

BACA JUGA: Ketua DPR Dorong Industri Makanan Lakukan Sertifikasi Halal

"Ini gila. Kalau terus-terusan begini, diam sebagai rakyat, kasihan rakyat yang tidak mengerti," ungkapnya.

Karena itu Hendro merasa prihatin dengan kondisi tersebut. Purnawirawan TNI berpangkat jenderal itu mengatakan, jika kondisi itu terus berlanjut maka Indonesia bisa bangkrut.

"Kita bisa menjadi negara sakit di Asia. Kalau menjadi negara sakit, bisa apalagi kita," katanya.

Maka Hendro pun mengajak Bangsa Indonesia kembali pada Pancasila untuk berdemokrasi. Dalam demokrasi Pancasila, kata Hendro, pemerintah dan rakyat harus sama-sama kuat.

Berangkat dari itu, Hendro mengusulkan masa jabatan presiden dan kepala daerah ditambah menjadi delapan tahun. Namun, katanya, seseorang hanya boleh menjabat sebagai presiden ataupun kepala daerah selama satu periode.

"Jadi, tidak ada petahana sehingga  delapan tahun itu pemerintah kuat dan rakyat kuat," katanya.

BACA JUGA: Eks Kepala BIN: Tiga Persen TNI Terpapar Radikalisme, Bahaya!

Menurut Hendro, dengan demikian maka tidak ada upaya untuk menggergaji pemerintah. Selain itu, kata dia, pemerintah akan fokus bekerja selama delapan tahun tanpa sibuk kampanye untuk berkuasa lagi.

Hendro juga mengatakan, MPR harus dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara. Caranya adalah dengan menambah ketentuan dalam konstitusi.

"Saya bilang tolong itu konstitusi kan bisa diadendum. Kalau tidak bisa diamendemen, diandendum saja," katanya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Dorong Program: Satu Desa, Satu Advokat


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler