Anggap Keputusan DKP Bukti Prabowo Lakukan Perbuatan Tercela

Jumat, 13 Juni 2014 – 20:12 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Para pegiat hak asasi manusia (HAM) terus mempersoalkan posisi Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres). Sebab, Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa di pemilu presiden (pilpres) harusnya tak lolos dalam proses verifikasi terkait syarat capres tak pernah melakukan perbuatan tercela.

Menurut Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi,  surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang pemberhentian Prabowo memperkuat dugaan bahwa mantan Danjen Kopassus itu telah melakukan perbuatan tercela. "Artinya, dia sudah melakukan suatu perbuatan tercela. Kalau orang dipecat dari dinas militer, tentu saja itu perbuatan tercela. Bagaimana logikanya itu perbuatan tidak tercela, saya enggak ngerti," kata Hendardi saat bersama Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa dan keluarga korban pelanggaran menemui pimpinan DPR di kompleks parlemen, Jakarta,  Jumat (13/6).

BACA JUGA: Keliling Jawa, Jokowi Bawa Enam Kemeja Kotak-Kotak

Hendardi menegaskan, DPR juga perlu mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengklirifikasi alasan meloloskan Prabowo sebagai capres. Selain itu, kata Hendardi, DPR juga perlu meminta klarifikasi Komisi Informasi Pusat (KIP) tentang klasifikasi surat keputusan DKP tentang Prabowo, apakah dokumen itu tergolong rahasia negara atau memang bisa diakses publik.

Hendardi menambahkan, KPU meloloskan Prabowo sebagai capres dengan merujuk pada surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) yang disertakan saat pendaftaran capres-cawapres. Sementara di sisi lain, kata Hendardi, Komnas HAM pernah mengusut keterlibatan Prabowo dalam kasus kejahatan HAM meski tak pernah diseret ke pengadilan.

BACA JUGA: BPK Khawatir Kades tak Bisa Kelola Uang Negara

“ Apalagi  Prabowo diduga pernah lakukan pelanggaran HAM, penculikan. Harusnya tanya ke Komnas HAM, orang ini (Prabowo, red) memenuhi syarat atau tidak, tanya ke TNI apa sebenarnya alasan pemecatannya," pinta Hendardi.

Pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) itu menegaskan, publik berhak mendapat kejelasan tentang rekam jejak capres. Namun ditegaskan pula, Prabowo diberhentikan dari militer jelas karena kesalahan.

BACA JUGA: Sebut Kata Door, JK Dilaporkan Kubu Prabowo ke Bawaslu

Merujuk pasal 5 huruf i Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres), disebutkan bahwa salah satu syarat capres/cawapres adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Bahkan, perbuatan tercela bisa menjadi salah satu dasar untuk memakzulkan presiden/wakil presiden yang tengah menjabat.

Pada kesempatan sama, Haris Azhar dari KontraS mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendesak DPR mendorong penuntasan kasus-kasus HAM. Sebab, kata Harris, DPR pernah membuat rekomendasi hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) Orang Hilang

Seperti diketahui, DPR periode 2004-2009 pada paripurna yang digelar 28 September 2009 DPR menyampaikan empat rekomendasi tentang kasus orang hilang. Pertama, DPR merekomendasikan kepada presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc. Kedua, presiden dengan segenap institusi pemerintah dan pihak terkait untuk segera mencari 13 orang yang masih dinyatakan hilang oleh Komnas HAM.

Ketiga, pemerintah diminta merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang. Terakhir, pemerintah Indonesia diminta segera meratifikasi Konvensi Internasional Anti-Penghilangan Paksa.

“Kami mengingatkan soal rekomendasi DPR. Sudah sampai mana terkait dengan penculikan aktivis itu?” ucap Haris.

Ditambahkannya, baru-baru ini mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen (purn) Kivlan Zein mengaku tahu tentang keberadaan korban penculikan. “Itu perlu ditelusuri,” pungkasnya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cegah Penyimpangan, BPK Minta Kades Dibimbing Kelola Keuangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler