jpnn.com, DENPASAR - Terdakwa Harijanto Karjadi, Bos Hotel Kuta Paradiso, dengan tegas akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim yang memvonis pemilik dan Direktur Utama PT Geria Wijaya Prestige (GWP) tersebut dengan 2 tahun pidana penjara.
Petrus Bala Pattyona, koordinator tim penasihat hukum Harijantio Karjadi, upaya banding ditempuh karena pihaknya menilai majelis hakim memutus perkara tersebut dengan melampaui teori dan norma hukum, karena putusan tidak sesuai dengan fakta yang berkembang dalam persidangan, sekaligus melampaui dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
BACA JUGA: Bos Kuta Paradiso Minta Hakim Tolak Semua Dakwaan
“Putusan hakim ultra petita, tidak sesuai atau di luar tuntutan JPU,” katanya kepada pers seusai sidang dengan agenda pembacaan putusan yang dipimpin ketua majelia H. Sobandi di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (21/1).
Sidang yang dijadwalkan dimulai pukul 13.00 Wita itu baru digelar pukul 14.00 Wita. Tidak ada penjelasan kenapa sidang molor dari jadwal. Atas putusan itu, jaksa penuntut umum (JPU) yang dikoordinir I Ketut Sujaya mengatakan pikir-pikir.
BACA JUGA: Sidang Bos Hotel Kuta Paradiso: Pakar Sebut Pengalihan Saham Ranah Perdata
Petrus mengungkapkan JPU berdasar keyakinannya menuntut Harijanto Karjadi dengan pidana 3 tahun penjara karena dinilai terbukti sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana didakwa dalam dakwaan pertama yaitu melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Namun, hakim justru berpendapat bahwa dakwaan tersebut tidak terbukti.
“Anehnya, justru oleh majelis hakim terdakwa dinilai terbukti menggunakan akta yang di dalamnya terdapat keterangan palsu. Padahal, siapa yang menggunakan dan akta mana yang dipalsukan tidak jelas,” katanya.
BACA JUGA: Sidang Bos Hotel Kuta Paradiso: Pengacara Tegaskan Fireworks Kreditur Tunggal PT GWP
Seperti diketahui, JPU mengajukan tiga dakwaan alternatif, kesatu, yaitu menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) atau dakwaan kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (2) atau dakwaan ketiga tentang penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP.
Dasar dakwaan itu adalah Akta No. 10 terkait dengan pengalihan saham dari Hartono Karjadi (kakak Harijanto Karjadi) kepada Sri Karjadi, adik kandungnya, pada 12 November 2011.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, JPU meyakini dakwaan kesatu terbukti dan dijadikan dasar untuk menuntut terdakwa Harijanto Karjadi 3 tahun pidana penjara.
“Nah, ini persoalannya. Dakwaaan yang dijadikan dasar JPU mengajukan tuntutan kan oleh majelis hakim dinilai tidak terbukti, tapi kenapa hakim tetap memvonis bersalah untuk sesuatu yang tidak atau di luar dari yang didakwakan.” kata Petrus yang didampingi tim penasihat hukum lainnya, antara lain Berman Sitompul, Alfred Simanjuntak, Benyamin Seran dan Dessy Widyawati.
Perkara itu bermula dari laporan yang dibuat Desrizal, kuasa hukum Tomy Winata, pada 27 Februari 2018 ke Ditreskrimsus Polda Bali, terkait dugaan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dengan terlapor kakak-beradik Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi. Sesuai surat dakwaan JPU, Tomy Winata merasa dirugikan lebih dari USD 20 juta terkait dengan peristiwa pada November 2011 tersebut.
Tomy Winata sendiri membuat laporan polisi setelah membeli hak tagih piutang PT GWP yang diklaim Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI) pada 12 Februari 2018 dengan harga Rp 2 miliar.
Selain melapor ke Polda Bali, Tomy Winata juga mangajukan gugatan perdata wanprestasi terhadap PT GWP dan Harijanto Karjadi dkk di PN Jakarta Pusat. Tapi gugatan tersebut ditolak pada 18 Juli 2019 melalui Putusan Perkara Nomor 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst, dan terhadap putusan tersebut telah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam Putusan Nomor: 702/PDT/2019/PT.DKI tanggal 26 Desember 2019. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil