jpnn.com - JAKARTA – Tim Pembela Merah Putih Prabowo-Hatta, Elza Syarif mengklaim bahwa pernyataan Komisi Pemilhan Umum (KPU) bahwa proses Pilpres 2014 di Provinsi Papua berjalan dengan baik sampai tidak benar. Menurut Elza, berdasarkan persidangan di Mahkamah Konstitusi banyak kejanggalan dalam pilpres di Papua.
Buktinya, kata dia, ada 2 distrik yang diputuskan untuk dianulir. “Ini mengartikan ada masalah,” kata Elza.
BACA JUGA: Nazaruddin Bersaksi Untuk Anas di Sidang Hambalang
Dia melanjutkan, KPU pernah membantah tudingan bahwa tidak ada proses pemilihan di sejumlah desa di Papua. Namun, Elza memberikan penjelasan bahwa hal ini tidak dilaporkan ke pusat karena sudah lebih dari sebulan sejak Pilpres 2014.
“Kenapa mereka membantah? Karena sudah lebih dari sebulan dan mereka tidak pernah melaporkan ke pusat, sehingga menjadikan kondisi dilematis karena waktu yang sudah terlalu lama disembunyikan,” kata Elza.
BACA JUGA: Kewenangan Percepat Munas Golkar di Tangan DPD
Salah satu saksi, Ketua KPU Kabupaten Paniai, Hamnawifa mengakui tidak ada pemungutan suara saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) pada 9 Juli 2014 di Kampung Awabutu, Distrik Paniai Timur,
Kabupaten Paniai, Papua.
BACA JUGA: Anas Anggap Keterangan Nazaruddin tak Bernilai
"Ditarik ke Distrik Paniai Timur, jadi masyarakat Awabutu melaksanakan pencoblosan di distrik Paniai Timur," kata Hamnawifa saat bersaksi dalam sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (13/8).
Menanggapi hal tersebut Elza mengatakan bahwa TPS harusnya dilaksanakan tidak boleh jauh dari domisili pemilih, apalagi kepindahan tidak diketahui oleh masyarakat pemilih.
Pada sidang sebelumnya, Novela Nawipa yang merupakan saksi yang diajukan pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengungkapkan tidak ada pemungutan suara di Kampung Awabutu, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua. "Tidak ada aktivitas pemilihan, di kampung kami tidak ada di Kampung Awabutu. Tidak ada TPS, tidak ada bilik suara," kata Novela Nawipa, saksi yang diajukan kubu Prabowo-Hatta.
Tim Pembela Merah Putih Habiburokhman mengklaim bahwa saksi yang dihadirkan oleh KPU justru membenarkan saksi Novela. “Ini sama ketika dua hari lalu KPU menghadirkan saksi-saksi ternyata saksi-saksi yang dihadirkan itu justru menguatkan dalil-dalil yang kami sampaikan dalam permohonan,” kata Habiburokhman.
Kubu Prabowo-Hatta pun meminta agar masyarakat jangan merendahkan orang-orang Papua dengan menganggapnya tidak mengerti proses pilpres. "Papua sudah bergabung dengan Indonesia selama 69 tahun dan sudah lama mengikuti pilpres," ujar Elza.
Terkait proses noken, Tim Pembela Merah Putih Zainuddin Paru mengklai, ada dua putusan berbeda dan keduanya masuk dalam pertimbangan hukum, tidak dalam amar. Lebih lanjut Zainuddin mengatakan disebutkan di situ bahwa noken digunakan sebagai pengganti kotak suara.
Dalam pelaksanaan noken, warga diberikan kebebasan, tidak boleh ada paksaan dan berapapun hasilnya harus tercatat.
“Misal, dalam satu kampung ada 100 orang, 97 di antaranya memilih pasangan A, 3 di antaranya memilih pasangan B. Apa yang dicatat adalah ketiga orang ini dianggap sesuatu yang berbeda dan itu tetap dicatat mulai dari kampung, desa, camat sampai pada kabupaten. Tapi dalam pilpres kali ini tidak pernah terjadi. Suara langsung ada di tingkat kabupaten,” kata Zainuddin.
Oleh karena itu, kata Zainuddin, dengan dihadirkan saksi-saksi yang kemarin makin terungkap bahwa kecurangan-kecurangan dalam pemilihan presiden semakin nyata. (mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebelum Jabatannya Berakhir, Dahlan Ingin Aset BUMN Bisa Kembali
Redaktur : Tim Redaksi