JAKARTA - Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi mengatakan pembayaran pembiayaan kenaikan kuota ke-14 atas keanggotaan IMF (International Monetary Fund) oleh pemerintah sebesar Rp 38,1 triliun adalah anggaran siluman karena belum mendapat persetujuan dari DPR.
Anggaran tersebut juga belum dianggarkan pada Anggaran Pendapat dan Belanja Negara tahun 2012 dan 2013. Meski begitu, pemerintah melalui Surat Menteri Keuangaan kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Nomor S-303/MK.01/2012 tertanggal 12 april 2013, akan tetap membayar kenaikan kuota ke 14 ini.
"Pembayaran kuota ke-14 sebesar Rp 38,1 triliun akan dilakukan oleh BI dengan menggunakan cadangan devisa dan penggunaan cadangaan divisa untuk membayar sebesar Rp 38,1 triliun kepada IMF tidak akan membebani APBN," kata Uchok dalam siaran pers, Minggu (16/6).
Saat ini lanjut dia, Kementerian Keuangaan bekerjasama dengan BI sedang melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 1967. PP itu akan menjadi dasar hukum bagi BI untuk melakukan pembayaran atas kenaikan kuota tersebut. Pelaksanaan Revisi PP no.1 Tahun 1967 telah mendapat persetujuan presiden, sesuai dengan Surat Menteri Sekretaris Negara Nomor B-958/M.Sesneg/D-4/PU.02/07/2012 tanggal 23 Juli 2012.
Menurut Uchok, jika pembayaran itu tetap dilaksanakan maka pemerintah sengaja menginjak-nginjak hak budget DPR. Sebab mereka tidak meminta persetujuan anggota dewan atas pembayaran kenaikan kuota ke 14 ini.
Selain itu, pemerintah juga telah membajak cadangan devisa negara untuk kepentingan IMF dan kegengsian semata dalam pergaulan internasional dengan mendapatkan kuota ke 14.
Pembayaran itu menurut Uchok, menunjukan bahwa pemerintah lebih murah hati kepada IMF daripada kepada rakyat Indonesia. "Lihat saja, IMF mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 38,1 triliun, dan rakyat sendiri melalui BLSM (bantuan langsung sementara masyarakat) hanya mendapat Rp 9,3 triliun," ucapnya.
BLSM merupakan kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Satu rumah tangga miskin menerima BLSM sebesar Rp 150 ribu per bulan. Menurut Uchok, angka itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin.
Bahkan ia mengungkapkan, alokasi anggaran sebesar Rp 150 ribu merupakan penghinaan untuk orang-orang miskin."Rp 150 ribu hanya cukup untuk satu hari habis bila membeli rokok dan pulsa saja," ujar dia.
Uchok menerangkan, pemerintah lebih mementingkan IMF daripada masyarakat miskin. Padahal pemilik negara ini adalah orang-orang miskin yang harus diangkat derajat ekonominya. "Pemerintah lebih peduli dan memberikan 'karpet merah' kepada IMF daripada orang-orang miskin," ujarnya.
Karenanya FITRA, kata Uchok, meminta DPR melakukan gugatan secara hukum dan politik kepada pemerintah atas penggunaan anggaran cadangan devisa sebesar Rp 38,1 triliun untuk pembayaran kenaikan kuota ke 14. (gil/fat/jpnn)
Anggaran tersebut juga belum dianggarkan pada Anggaran Pendapat dan Belanja Negara tahun 2012 dan 2013. Meski begitu, pemerintah melalui Surat Menteri Keuangaan kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Nomor S-303/MK.01/2012 tertanggal 12 april 2013, akan tetap membayar kenaikan kuota ke 14 ini.
"Pembayaran kuota ke-14 sebesar Rp 38,1 triliun akan dilakukan oleh BI dengan menggunakan cadangan devisa dan penggunaan cadangaan divisa untuk membayar sebesar Rp 38,1 triliun kepada IMF tidak akan membebani APBN," kata Uchok dalam siaran pers, Minggu (16/6).
Saat ini lanjut dia, Kementerian Keuangaan bekerjasama dengan BI sedang melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 1967. PP itu akan menjadi dasar hukum bagi BI untuk melakukan pembayaran atas kenaikan kuota tersebut. Pelaksanaan Revisi PP no.1 Tahun 1967 telah mendapat persetujuan presiden, sesuai dengan Surat Menteri Sekretaris Negara Nomor B-958/M.Sesneg/D-4/PU.02/07/2012 tanggal 23 Juli 2012.
Menurut Uchok, jika pembayaran itu tetap dilaksanakan maka pemerintah sengaja menginjak-nginjak hak budget DPR. Sebab mereka tidak meminta persetujuan anggota dewan atas pembayaran kenaikan kuota ke 14 ini.
Selain itu, pemerintah juga telah membajak cadangan devisa negara untuk kepentingan IMF dan kegengsian semata dalam pergaulan internasional dengan mendapatkan kuota ke 14.
Pembayaran itu menurut Uchok, menunjukan bahwa pemerintah lebih murah hati kepada IMF daripada kepada rakyat Indonesia. "Lihat saja, IMF mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 38,1 triliun, dan rakyat sendiri melalui BLSM (bantuan langsung sementara masyarakat) hanya mendapat Rp 9,3 triliun," ucapnya.
BLSM merupakan kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Satu rumah tangga miskin menerima BLSM sebesar Rp 150 ribu per bulan. Menurut Uchok, angka itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin.
Bahkan ia mengungkapkan, alokasi anggaran sebesar Rp 150 ribu merupakan penghinaan untuk orang-orang miskin."Rp 150 ribu hanya cukup untuk satu hari habis bila membeli rokok dan pulsa saja," ujar dia.
Uchok menerangkan, pemerintah lebih mementingkan IMF daripada masyarakat miskin. Padahal pemilik negara ini adalah orang-orang miskin yang harus diangkat derajat ekonominya. "Pemerintah lebih peduli dan memberikan 'karpet merah' kepada IMF daripada orang-orang miskin," ujarnya.
Karenanya FITRA, kata Uchok, meminta DPR melakukan gugatan secara hukum dan politik kepada pemerintah atas penggunaan anggaran cadangan devisa sebesar Rp 38,1 triliun untuk pembayaran kenaikan kuota ke 14. (gil/fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siang Pukul Gong, Malam Kulkul
Redaktur : Tim Redaksi