jpnn.com - JAKARTA - Arogansi aparat kepolisian kembali menjadi sorotan. Kali ini yang menjadi sorotan adalah aksi kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Kota Manado. Sebab, mereka diduga telah melakukan kekerasan terhadap dua elemen masyarakat. Yakni kader Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Ketua GP Ansor Kota Manado.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu (1/6) dan Kamis (2/6) lalu. Karenanya, GMKI dan GP Ansor meminta Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk mencopot Kapolres dan Kabag Operasi Polres Kota Manado dari jabatannya.
BACA JUGA: Polda Awasi Kelompok Bersenjata di Dekat LNG Tangguh
Ketua GMKI Kota Manado Ayub Manuel Pongrekun mengatakan penganiayaan yang menimpa tujuh orang kadernya bermula ketika massa dari gmki melakukan aksi damai terkait anggota DPRD Manado berinisial CL yang menjadi tersangka narkoba. Namun dilapangan CL masih aktif menjadi anggota DPRD.
Selanjutnya para pendemo dipersilakan masuk ke ruang paripurna DPRD Manado. Saat di dalam ruang paripurna kader GMKI dimintai surat pemberitahuan terkait aksi yang dilakukan. Karena tidak bisa menunjukkan surat tersebut, anggota kepolisian melakukan kekerasan. "Sebenernya kita sudah sampaikan surat pemberitahuan ke Polda Sulawesi Utara terkait aksi yang kita lakukan tapi ditolak," ujar Ayub.
BACA JUGA: Istri Cantik Pengusaha Selingkuh dengan Bocah SMA, Sampai Minta...
Untuk itu, Ayub meminta Kapolri untuk mencopot Kapolres Kota Manado. Pasalnya, korban kekerasan pihak kepolisian mengalami luka yang cukup berat mulai dari patah tulang, luka lebam.
Sementara itu, Wakil Ketua GP Ansor Benny Ramdhani menceritakan, kekerasan yang menimpa Ketua GP Ansor Kota Manado. Kejadian itu berawal ketika ratusan kader GP Ansor melakukan penjagaan terhadap Masjid Nurul Fatah.
BACA JUGA: Lihat, Gunung Kerinci Semburkan Abu Vulkanik
Hal itu dilakukan karena masjid merupakan sarana ibadah dan belum ada keputusan inkrah dari Pengadilan Negeri manado. Namun Kabag Operasi Polres Manado langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyeret Ketua GP Ansor Manado yang bersama Rusli Umar untuk meninggalkan masjid yang dijaga.
"Kita menjaga masjid tersebut karena Kementerian Agama sudah mengeluarkan ketentuan bahwa masjid tersebut harus ada gantinya meskipun di daerah lain," tuturnya.
Lebih lanjut Benny mengatakan, pihaknya masih menunggu pertanggungjawaban dari pihak Polres Manado atas peristiwa tersebut. Dirinya juga mempertanyakan kenapa aparat melakukan pembiaran terhadap perusakan tempat ibadah.
"Sarana ibadah merupakan hal yang sensitif dan lebih ironisnya lagi, aparat melakukan pembiaran. Saya khawatir aksi ini bisa meluangkan," ujar Benny di kantor GP Ansor di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Noken, Warisan Dunia...Oh Nasibmu Kini
Redaktur : Tim Redaksi