Anggota DPD Akan Ajukan Hak Bertanya ke Presiden

Jumat, 25 Oktober 2013 – 20:24 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sekitar 95 dari jumlah keseluruhan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bersepakat untuk menggunakan Hak Bertanya anggota DPD RI kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang kebijakan moda transportasi kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau atau low cost green car (LCGC).

Penyampaian akan adanya penggunaan Hak Bertanya anggota DPD RI tentang LCGC tersebut mengemuka dalam Sidang Paripurna DPD, dipimpin Ketua DPD Irman Gusman, di gedung Nusantara V, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (25/10).

BACA JUGA: Rakyat Sudah tak Percaya Pejabat Daerah

Salah seorang inisiator Hak Bertanya DPD, AM Fatwa dalam Paripurna DPD menjelaskan, hak ini sudah diatur dalam Pasal 232 Undang-Undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

"Hari ini sudah terkumpul 95 tanda tangan anggota DPD yang menyatakan mendukung mengajukan Hak Bertanya DPD kepada Presiden RI tentang LCGC," kata AM Fatwa.

BACA JUGA: Nazar Sebut Bendum PDIP Kebal Hukum

Dijelaskannya, pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia dalam tahun 2012 lalu mencapai 12 persen, sementara pertumbuhan ruas jalan hanya 0,01 persen dari keseluruhan panjang jalan di Indonesia, 38.500 kilometer. 3.800 kilometer diantara rusak.

"Kami ingin minta penjelasan apa pertimbangan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 41/2013 dan Permen Perindustrian nomor 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau," ujar AM Fatwa.

BACA JUGA: PPI Dianggap Barisan Sakit Hati

Kebijakan tersebut lanjut Fatwa, akan semakin memperparah kemacetan diberbagai kota besar yang belum memiliki sistem transportasi publik yang terintegrasi, murah, nyaman, aman dan memadai. "Sampai saat ini semua kota besar di Indonesia belum satu pun memiliki sistem transportasi publik yang baik," tegasnya.

Dikatakannya, kepemilikan kendaraan pribadi berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi BBM dan kuota BBM di setiap provinsi. Pada 2012, menurut Fatwa, konsumsi BBM mencapai 45,27 juta kiloliter. Asumsi 2013 konsumsi BBM bersubsidi naik 10 persen menjadi 49,79 juta kiloliter akibat kepemilikan mobil murah.

"Sementara kuota BBM bersubsidi yang disepakati pemerintah hanya 46,01 juta kiloliter. Artinya pemerintah akan membutuhkan dana cadangan devisi lebih besar lagi di tahun-tahun mendatang untuk mengimpor BBM," ungkapnya.

Tingginya permintaan mobil murah di saat rendahnya lifting minyak nasional menurut Fatwa, berakibat pada besarnya ketergantungan atas BBM impor. "Pertanyaan yang akan kita ajukan, kebijakan apa yang akan di SBY untuk mengendalikan kepemilikan mobil mahal dari mereka yang sudah memiliki mobil tapi terus menambah koleksi mobil pribadi dan keluarga untuk mengimbangi permintaan murah tersebut," tanya politisi PAN itu.

Demikian juga halnya dengan alasan yang dimunculkan pemerintah bahwa program mobil murah untuk meningkatkan daya saing dan penguatan struktur industri komponen nasional melalui investasi dan alih teknologi serta penyerapan tenaga kerja.

"Kami mengkritisi, pada tahun-tahun pertama pabrikan penerima fasilitas pajak, nyaris hanya mengandalkan prototype dan rencana bisnis semata. Untuk memenuhi permintaan pasar, produk diimpor seutuhnya atau komponen lokal relatif sangat rendah. Sementara ketidakjelasan sanksi atas penggunaan material yang tidak sesuai dengan aturan main tidak ada," kata Fatwa.

Hal yang kita pertanyakan, sangat mungkin produsen mengimpor secara utuh mobil murah. "Kebijakan apa yang akan ditempuh Presiden SBY menghadapi kemungkin dimaksud. Apa jaminan mobil murah akan memenuhi syarat komponen lokal minimal 80 persen," tanya anggota DPD asal DKI Jakarta ini. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Abraham Samad Minta Komjen Sutarman Kooperatif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler