jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Provinsi Jawa Timur Dr. Lia Istifhama M.E.I mengapresiasi dan mendukung penuh atas langkah tegas Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memutus bebas Gregorius Ronald Tannur.
Tim Kejaksaan RI menangkap tiga hakim PN Surabaya yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo atas dugaan suap terkait putusan bebas Ronald Tanur dalam kasus pembunuhan sang kekasih Dini Sera Afriyanti.
BACA JUGA: Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Ninja Sawit di Langgam
Langkah tegas Kejaksaan RI, menurut Ning Lia sapaan akrab Anggota Komite III DPD RI ini sangat penting dalam menjaga integritas hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan di negara kita tercinta ini.
“Kami mengapresiasi tindakan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus ini. Tindakan tegas ini menjadi bukti nyata bahwa negara tidak mentoleransi praktik-praktik korupsi yang terjadi di dalam lembaga peradilan. Ini adalah langkah penting untuk memastikan keadilan ditegakkan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Ning Lia.
BACA JUGA: Sistem Peradilan di Indonesia Sedang Tak Baik-Baik Saja, KY Minta Hakim dan Jaksa Jaga Integritas
Keponakan Hj. Khofifah Indar Parawansa ini menambahkan integritas lembaga peradilan merupakan fondasi utama bagi tegaknya hukum di Indonesia.
"Jika penegak hukum melakukan penyimpangan, maka keadilan bagi masyarakat akan terancam. Oleh karena itu, saya mendukung langkah tegas Aparat Penegak Hukum (APH) untuk kerja profesional dan transparan dalam penegakan hukum,” kata Senator cantik ini.
Anggota Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI ini menguraikan jika Negara telah hadir dalam penegakan hukum. Salah satunya gebrakan Presiden ke-7 Bapak Jokowi yang telah mengesahkan kenaikan gaji dan tunjangan hakim sebelum turun dari jabatannya, pada 18 Oktober 2024 lalu seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024.
“Kejadian ini sangat disayangkan. Bahwa nasib penegak hukum yaitu hakim, sangat diperhatikan jadi ayolah, kian memperhatikan nasib korban dalam berbagai tindakan hukum para pelaku kejahatan. Jangan malah memperkeruh dengan menjadikan masyarakat kecil atau wong cilik sebagai korban dari pelaku kejahatan akibat ketidaktahuan hukum sehingga mudah terperdaya,” ujar tegas Ning Lia.
Selain itu, Ning Lia menyerukan perlunya reformasi yang lebih luas dalam sistem peradilan di Indonesia.
Menurut dia, kejadian ini harus menjadi pemicu perubahan sistemik yang lebih mendasar, termasuk penerapan sistem pengawasan yang lebih kuat untuk mencegah pelanggaran etika dan hukum oleh aparat penegak hukum.
“Hakim sebagai wakil Tuhan dalam setiap keputusan hukum memegang peranan penting dalam menjaga marwah penegakan hukum. Jika Hakim sudah bisa memutus perkara atas pesanan atau menerima suap maka masyarakat akan mendapat keadilan dari mana?” paparnya.
“Kasus ini membuktikan bahwa sistem pengawasan masih perlu diperkuat. Saya mendorong adanya reformasi berkelanjutan dalam lembaga peradilan dan penegakan hukum lainnya agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum tetap terjaga," ujar Ning Lia.
Ning Lia berharap Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung dapat menyelesaikan kasus ini dengan tuntas dan memberikan sanksi yang adil terhadap oknum-oknum yang terbukti bersalah.
“Keadilan yang ditegakkan secara tegas dan transparan akan menjadi fondasi bagi kemajuan bangsa ini. Mari kita dukung bersama upaya penegakan hukum yang bersih demi masa depan Indonesia Emas 2024,” pungkas Lia Istifhama.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung RI menangkap tiga orang hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya karena terjerat kasus suap pengondisian perkara, pada Rabu (23/10/2024) kemarin.
Ketiga Hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur Terdakwa kasus pembunuhan terhadap sang kekasih, Dini Sera Afriyanti.
Seiring perkembangan kasus, Kejagung juga menetapkan pengacara Ronald Tannur yakni Lisa Rahmat (LR) dan eks pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar (ZR) sebagai tersangka.
Dari rumah Zarof, penyidik Kejagung menyita uang tunai yang terdiri sejumlah mata uang asing senilai total Rp 921 miliar dan emas seberat 51 kilogram.
Barang bukti uang tunai itu terdiri dari 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar Amerika Serikat, 71.200 Euro, 483.320 dolar Hong Kong, dan Rp 5.725.075.000.
Kejagung menyatakan, Lisa menjanjikan biaya pengurusan perkara sebesar Rp 1 miliar untuk Zarof.
Sementara biaya suap sebesar Rp 5 miliar untuk ketiga hakim yang mengurus perkara Ronald Tannur.
Uang itu telah diserahkan dari Lisa kepada Zarof. Namun, belum sempat diserahkan dan masih berada di rumah Zarof.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari