JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari mengecam tindakan yang dilakukan Juru Bicara FPI, Munarman karena tidak mampu mengendalikan kemarahannya. Munarman menyiram secangkir air kepada pengamat sosial, Tamrin Amal Tomagola.
Saat itu keduanya hadir sebagai narasumber dalam perbincangan di acara Apa Kabar Indonesia Pagi, yang disiarkan secara langsung oleh salah satu TV nasional, Jumat (28/6) pagi. Mereka dihadirkan untuk membahas pelarangan sweeping di tempat hiburan malam selama bulan Ramadhan.
Silang pendapat antara keduanya terjadi saat membahas aksi sweeping. Munarman menyatakan tak sependapat dengan apa yang dilontarkan Tamrin, lalu beberapa saat kemudian melakukan penyiraman tersebut.
"Saya prihatin dan marah, karena itu pendidikan politik yang buruk bagi khalayak publik bahwa Munarman tidak bisa mengendalikan kemarahan sehingga memilih ekspresi fisik (otot) daripada tetap memilih adu argumen (akal)," kata Eva saat dihubungi, Jumat (28/6).
Ia menerangkan, soal sela-menyela itu biasa dalam debat dan sering dibolehkan bahkan oleh presenter sebagai pengendali arus diskusi. Menurut Eva, pembicara seharusnya tetap memegang aturan otoritas presenter.
Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan, sumbu pendek sebagai perwujudan akal pendek ini sepatutnya menjadi pertimbangan media untuk selektif memilih pembicara karena kekerasan, unlawful attitude, dan mau menang sendiri sebagai pilihan strategi sungguh tidak patut diendorse ke publik.
"Ajang debat faktanya berubah jadi ajang jumawa yg melecehkan pembicara lain. Pertimbangan kualitas kepribadian narsum harus jadi pertimbambangan, TV bukan corong kampanye pro kekerasan," pungkasnya. (gil/jpnn)
Saat itu keduanya hadir sebagai narasumber dalam perbincangan di acara Apa Kabar Indonesia Pagi, yang disiarkan secara langsung oleh salah satu TV nasional, Jumat (28/6) pagi. Mereka dihadirkan untuk membahas pelarangan sweeping di tempat hiburan malam selama bulan Ramadhan.
Silang pendapat antara keduanya terjadi saat membahas aksi sweeping. Munarman menyatakan tak sependapat dengan apa yang dilontarkan Tamrin, lalu beberapa saat kemudian melakukan penyiraman tersebut.
"Saya prihatin dan marah, karena itu pendidikan politik yang buruk bagi khalayak publik bahwa Munarman tidak bisa mengendalikan kemarahan sehingga memilih ekspresi fisik (otot) daripada tetap memilih adu argumen (akal)," kata Eva saat dihubungi, Jumat (28/6).
Ia menerangkan, soal sela-menyela itu biasa dalam debat dan sering dibolehkan bahkan oleh presenter sebagai pengendali arus diskusi. Menurut Eva, pembicara seharusnya tetap memegang aturan otoritas presenter.
Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan, sumbu pendek sebagai perwujudan akal pendek ini sepatutnya menjadi pertimbangan media untuk selektif memilih pembicara karena kekerasan, unlawful attitude, dan mau menang sendiri sebagai pilihan strategi sungguh tidak patut diendorse ke publik.
"Ajang debat faktanya berubah jadi ajang jumawa yg melecehkan pembicara lain. Pertimbangan kualitas kepribadian narsum harus jadi pertimbambangan, TV bukan corong kampanye pro kekerasan," pungkasnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 100 Kasus Penyiksaan Terjadi Sejak Juni 2012
Redaktur : Tim Redaksi