jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam menilai Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak mampu menyelesaikan masalah lonjakan harga minyak goreng secara strategis.
Solusi dari Kemendag sejauh ini dianggap hanya bersifat parsial dengan monitoring dan evaluasi yang sangat lemah di lapangan.
BACA JUGA: Mendag Lutfi Klaim Harga Bahan Pokok Stabil dan Terkendali
“Tolok ukurnya gampang banget, dua kali kebijakan Mendag soal migor, dua kali pula fakta di lapangannya berbeda dengan desain kebijakan. Deviasinya terlalu jauh, karena buktinya di lapangan harga migor jauh dari kebijakan pemerintah,” ujar Mufti pada Sabtu (19/2).
Mendag Lutfi juga dinilai kurang optimal dalam menjalankan fungsi koordinasi pengendalian harga bahan pokok.
BACA JUGA: Sidak ke Pasar Surabaya, Mendag: Distribusi Minyak Goreng Harus Cepat dan Masif Â
Mufti mengatakan, ada dua kebijakan Kemendag terkait lonjakan harga migor.
Pertama, penerapan satu harga Rp 14.000 per liter. Kedua, harga 11.500 per liter untuk curah, 13.500 per liter untuk kemasan sederhana, 14.000 per liter untuk kemasan premium yang semestinya berlaku per 1 Februari 2022.
BACA JUGA: Mendag Lutfi Murka, Penimbun Minyak Goreng Bakal Segera Ditindak
“Nyatanya di lapangan harga di atas itu, ada yang Rp 16.000, Rp 18.000, bahkan Rp 20.000 per liter. Stoknya pun langka,” tutur Mufti.
Dia pun menyesalkan kurang optimalnya koordinasi Kemendag dalam penanganan masalah lonjakan harga ini.
Salah satu contohnya, Mendag absen dalam rapat kerja gabungan Komisi IV, Komisi VI, dan Komisi VII DPR RI dengan Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang digelar Kamis (17/2).
Rapat yang dijadwalkan dipimpin pimpinan DPR itu membahas hal-hal strategis terkait solusi pengendalian harga pangan pokok.
“Banyak teman yang menyesalkan mengapa Mendag tidak hadir pada rapat gabungan krusial ini. Mendag mestinya paham bahwa koordinasi strategis lintas kementerian ini penting untuk memastikan pengendalian harga bahan pokok bisa lebih optimal,” ujar Mufti.
“Karena faktanya kebijakan pengendalian harga migor ini karut-marut. Padahal pengendalian harga migor ini perintah Presiden, tetapi Mendag tidak bisa mengamankan sehingga rakyat yang dirugikan,” imbuhnya.
Mufti menambahkan seringnya terjadi polemik antarkementerian lantaran data yang tidak sama.
Kemendag sebagai pengatur kebijakan antara produsen kepada konsumen semestinya rajin berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Pertanian.
“Misalnya nih soal CPO, hulunya di Kementerian Pertanian. Lalu beberapa waktu lalu soal telur. Belum lagi bawang, cabai, dan sebagainya. Kalau minim koordinasi, raker gabungan untuk mengurai semuanya tidak dihadiri, ya repot. Jalan sendiri ternyata gagal juga kan pengendalian migor,” kata Mufti. (*/adk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adek