jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR-RI, Nur Nadlifah menyoroti masalah dalam proses pembuatan peraturan RPMK dan PP 28/2024, yang dianggap tidak melibatkan parlemen sama sekali.
RPMK dan PP 28/2024 dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan awal antara Komisi IX dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada saat pembahasan UU Omnibus Kesehatan.
BACA JUGA: INDEF: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dibuat Terburu-buru
Menurutnya Kemenkes sudah melewati batas kewenangan dengan mengatur hal-hal yang terkait dengan wewenang kementerian lainnya.
Selain itu, RPMK dan PP inisiatif Kemenkes ini bertentangan dengan banyak aspek dan aturan lainnya, seperti melanggar perlindungan hak kekayaan intelektual hingga Perpres No. 68/2021 yang mengamanatkan Peraturan Menteri perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang berkualitas, harmonis, tidak sektoral, serta tidak menghambat kegiatan masyarakat dan dunia usaha.
BACA JUGA: Dioperasikan di Asia Tenggara, Fasilitas Nathabumi Milik SIG Musnahkan 103 Ton Bahan Perusak Ozon
"Kami mendapat banyak masukan dari konstituen mengenai rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang sudah melewati batas wewenang Kemenkes dan PP 28/2024 yang bermasalah untuk berbagai industri," tutur Nadlifah.
Dia menambahkan, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi semakin meningkatkan peredaran rokok ilegal menjadi semakin marak.
BACA JUGA: Jamkrindo Gelar Berbagai Perlombaan di Kolong Tol Rawamangun
"Hal ini sangat berbahaya karena membuka peluang beredarnya rokok ilegal di masyarakat dan sulitnya pemerintah mengatur penerimaan cukai sebagai pemasukan negara,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa tindakan ini bertentangan dengan UU dan konstitusi, karena Komisi IX belum dilibatkan dalam konsultasi mengenai peraturan tersebut.
DPR menekankan perlunya keterlibatan semua pihak untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya melindungi sektor strategis seperti industri hasil tembakau, tetapi juga sesuai dengan aturan hukum dan konstitusi.
Nadlifah pun meminta pemerintah untuk memperhatikan lebih dalam dampak dari aturan yang dibuat, sekaligus lebih seimbang dalam memandang kepentingan ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Yang tidak kalah penting, memastikan proses pembuatan peraturan yang inklusif serta transparan.
Kemenkes diminta mengakomodir aspirasi dari masyarakat kecil yang sudah lantang menyuarakan penolakannya terhadap RPMK dan berbagai pasal pada PP 28/2024.
"Sejak UU Omnibus Kesehatan, Komisi IX dan Kemenkes sudah bersepakat untuk sama-sama mengawal pembuatan kebijakan termasuk berbagai aturan turunannya. Namun pembuatan PP 28/2024 dan RPMK tidak konsultasi dengan Komisi IX," paparnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada