Anggota MPR Ingatkan Peran Orang Tua dan Penegakan Prokes Saat Sekolah Tatap Muka

Senin, 15 Maret 2021 – 20:20 WIB
Majelis Permusyawaratan Rakyat menggelar diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema ‘Persiapan Dibukanya Sekolah Tatap Muka di Era New Normal’, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3). Foto: Humas MPR.

jpnn.com, JAKARTA - Anggota MPR RI Fraksi PKB Syaiful Huda mengatakan sesungguhnya pembukaan sekolah tatap muka sudah dilakukan sejak Januari 2021.

“Sekolah boleh dibuka awal tahun 2021 melalui SKB 4 Menteri," katanya saat menjadi pembicara dalam ‘Diskusi Empat Pilar MPR’ dengan tema ‘Persiapan Dibukanya Sekolah Tatap Muka di Era New Normal’, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3).

BACA JUGA: Sekolah Mulai Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka, Ade Yasin Ingatkan Hal Ini

SKB 4 Menteri itu merupakan kesepakatan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan.

Ketua Komisi X DPR ini menjelaskan dalam SKB 4 Menteri itu ada aturan bagaimana ketika sekolah dibuka atau pembelajaran tatap muka dilakukan.

BACA JUGA: Gubernur Ganjar Siapkan Pembelajaran Tatap Muka

Menurutnya, pembelajaran tatap muka menjadi wewenang pemerintah daerah dan orang tua.

“Kalau orang tua tak setuju, maka pembukaan sekolah secara tatap muka ya tidak boleh diselenggarakan," ungkapnya.

BACA JUGA: Daerah Ini Siap Uji Coba Sekolah Tatap Muka

Dengan demikian, kata dia, pembelajaran jarak jauh tetap dilakukan.

Huda menegaskan peran orang tua dalam pembukaan kembali sekolah juga sangat penting.

“Orang tua harus memastikan keamanan (kesehatan) anak saat menuju ke dan pulang dari sekolah. Ini merupakan bagian dari protokol kesehatan," ungkapnya.

Huda menyatakan dalam dunia pendidikan di era pandemi Covid-19 ini, hukum tertinggi adalah keamanan dan kesehatan.

Dia menegaskan hal itu juga yang harus diutamakan bagi siswa. “Hal ini tak boleh ditawar-tawar," tegasnya.

Dia mengapresiasi pemerintah daerah yang bersikap hati-hati dalam pembukaan sekolah untuk belajar tatap muka.

Lebih lanjut Huda berharap Juli 2021 nanti menjadi momentum bagi anak-anak untuk kembali ke sekolah.

Dia menyarankan, bila ingin mengembalikan pendidikan secara tatap muka, maka semua guru yang ada atau kurang lebih sebanyak 5 juta orang, itu harus divaksin Covid-19.

“Selain itu perlu penegakan protokol kesehatan (prokes) di sekolah," tegasnya.

Dia pun berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Dinas Pendidikan di daerah, untuk melakukan simulasi sebelum mempersiapkan pembukaan sekolah.

Huda menegaskan bahwa Komisi X DPR dalam posisi mendukung dibukanya pembelajaran dengan metode tatap muka.

Pasalnya, kata dia, selama masa pandemi Covid-19, anak-anak sudah kehilangan tahapan proses pembelajaran.

Huda pun menyebut efektivitas pembelajaran jarak jauh yang selama ini dilakukan tak lebih dari 30 persen.

Menurutnya, pencapaian yang rendah tersebut selain karena tantangan masalah teknologi informasi, dan kebutuhan pulsa, juga dikarenakan orang tua di rumah tidak bisa menggantikan peran guru.

Huda pun merasa prihatin pendapatan orang tua yang menurun karena tidak bisa bekerja, membuat anak-anak ikut mencari kerja.

“Banyak anak menjadi pekerja serabutan untuk membantu orang tua," ungkapnya.

Bila masalah pendidikan tidak tertangani di masa pandemi dan anak-anak sudah keenakan bekerja, hal demikian akan mempertinggi jumlah anak putus sekolah.

Huda juga mengaku prihatin dengan lingkungan di luar sekolah.

Menurutnya, tidak sekolahnya anak-anak membuat mereka terjebak pada perbuatan kriminal, tawuran, dan masalah sosial lainnya.

“Mereka sudah tidak merasa anak sekolah lagi. Ini perlu mendapat penanganan khusus," lanjut Huda.

Dia mengatakan perlu dilakukan sentuhan psikologis pada anak-anak bila mereka nanti kembali ke sekolah.

Anggota MPR Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengatakan saat ini pihaknya telah mengevaluasi penanganan Covid-19 yang berlangsung selama satu tahun.

"Kami mencari berbagai solusi," ujarnya.

DIa menurutkan, semua sektor seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan yang lainnya jangan dinkonfrontasi, melainkan harus disinergikan.

Anggota Komisi IX DPR ini menuturkan bahwa rencana pembelajaran secara tatap muka perlu banyak dikaji lagi.

“Seperti di antara kita vaksinasi tahap pertama ada yang belum selesai," ungkapnya.

Menurutnya, paling penting kesehatan dijadikan prioritas.

Kurniasih menyadari akibat pandemi Covid-19 menyebabkan hilangnya satu tahap pendidikan secara langsung.
“Ada pembelajaran jarak jauh namun kualitasnya tidak sebaik dengan pembelajaran di sekolah," kata sosok yang karib disapa Mufida itu.

Lebih jauh Mufida bersyukur ada penurunan penularan setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), meskipun hal itu harus tetap dikaji lagi.

Dia mengingatkan bila para guru sudah divaksin, lalu bagaimana dengan siswanya.

Sebab, ujar dia, siswa berasal dari berbagai klaster dan keluarga yang berbeda, sehingga hal yang demikian harus dikaji lebih mendalam.

“Saya berharap ada koordinasi antara Menteri Pendidikan dan Menteri Kesehatan," kata Mufida. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler