Angka Golput Tinggi, Parpol Semakin Rugi

Sabtu, 16 Maret 2013 – 04:07 WIB
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Utara akhirnya merilis hasil perhitungan Pemilihan Gubernur yang digelar pada 7 Maret lalu. Namun hasil tersebut masih menyisakan satu persoalan baru. Karena diketahui, angka golongan putih (golput) atau yang tidak memilih, mencapai hampir 60 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang terdaftar.

Menurut Direktur Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) Husin Yazid, hasil hitung cepat yang dilakukan lembaganya beberapa waktu lalu, memerlihatkan hasil yang sama dengan perhitungan akhir KPU Provinsi Sumut. Dimana pasangan Gus Irawan Pasaribu-Soekirman memeroleh 1.027.433 suara (21,13 persen), Effendi-Jumiran 1.183.187 suara (24,34 persen), Chairuman-Fadly 452.096 suara (9,30 persen), Amri-RE Nainggolan 594.414 suara (12,23 persen), dan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry meraih 1.604.337 suara (33,0 persen).

Namun dari jumlah tersebut, memerlihatkan bahwa jumlah pemilih hanya mencapai 4.861.467 jiwa dari sekitar 10 juta pemilih yang tertera dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). “Kalau di hitung rata-rata tingkat partisipasi pemilih secara nasional selama ini, itu berkisar 60-65 persen. Tapi di Sumut nge-drop menjadi hanya 55 persen. Kenapa rendah? Karena masyarakat jenuh. Baik akibat frekwensi pemilihan kepala daerah yang cukup padat mulai dari pemilihan wali kota, bupati, gubernur dan nanti anggota DPR/DPRD dan Presiden,” katanya kepada koran ini di Jakarta, Jumat (15/3).

Untuk itu baik KPU maupun partai politik menurutnya harus dapat memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk secara aktif memberikan pendidikan politik pada masyarakat. Karena jika tidak, partai politik-lah menurutnya yang nantinya paling dirugikan. “Kalau tingkat partisipasi ini terus menurun, tentu pemenuhan satu kursi di DPRD kan semakin sulit. Akibatnya berpotensi menimbulkan konflik dan kecenderungan money politic yang terus berkembang,” katanya.

Menurut Husin, ada beberapa langkah lain yang juga perlu dibenahi. Diantaranya parpol harus berani mencalonkan tokoh-tokoh yang terbukti berbuat bagi masyarakat. “Artinya parpol jangan lagi hanya menyajikan tokoh yang itu-itu saja, padahal tidak terbukti kerja nyata di tengah masyarakat. Parpol juga sebaiknya menghentikan langkah akal-akalan yang hanya bertujuan mengeksploitasi masyrakat,” katanya.

Sementara itu secara terpisah, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma), Said Salahuddin. Tingginya angka golput harus menjadi catatan penting. Baik bagi penyelenggara pemilu, maupun pemerintahan yang ada. Karena kondisi memerlihatkan gejala kepedulian masyarakat dalam menyalurkan aspirasi, terutama di Sumut, justru semakin menurun pada Pemilu 2014 mendatang. “Jadi sistemnya yang harus dibenahi. Agar kepedulian masyarakat dapat naik, karena ini menyangkut masa depan terutama pembangunan bangsa ke depan,” ujarnya.

Kekhawatiran yang sama juga disuarakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Didi Supriyanto. “Kalau kita melihat tingginya angka Golput di Sumut, itu kan jelas bahwa memang masyarakat tidak mendukung pelaksanaan Pilkada yang digelar. Jadi hal ini benar-benar harus menjadi kekhawatiran nasional. Karena kondisi yang sama kan juga terlihat pada saat Pilkada Jawa Barat, bahwa yang Golput mencapai 40 persen,” katanya.

Karena itu mengantisipasi kondisi yang tidak diinginkan, Didi menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera mengundang para penyelenggara Pemilu partai-partai politik dan lembaga terkait lainnya untuk membahas hal ini. “Itu dilakukan salah satunya semisal membuat konsensus. Karena walau bagaimana pun, meski faktanya seperti apa yang terlihat, kita kan harus tetap jalan terus. Jadi sekali lagi saya kira Presiden perlu membuat semacam konsensus,” katanya.

Didi mengungkapkan hal ini, karena dari Pemilu 2009 lalu, fakta yang sama juga menunjukkan hal tersebut. Dimana dari 170 juta jiwa pemilih, suara yang sah hanya 115 juta jiwa untuk memilih 560 anggota DPR RI. “Dan kalau dilihat perolehan suara 9 parpol yang ada di senayan sekarang, itu totalnya cuma 49,3 persen. Artinya yang memilih anggota dewan kemarin dan turunannya, sebetulnya minoritas. Karena lebih besar perolehan suara partai yang tidak lolos jika ditambah dengan mereka yang memilih golput. Kalau ini tidak cepat diperbaiki, hasilnya kemungkinan Pemilu mendatang hasilnya bisa lebih jelek dari pemilu lalu,” katanya.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Tak Mau Ditanya Terus soal Capres

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler