jpnn.com, JAKARTA - Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai topik utama yang bakal dibawakan cawapres Mahfud MD soal transisi energi berkeadilan sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia.
“Saya kira sangat tepat konsep yang diungkapkan oleh Pak Mahfud dalam hal energi berkeadilan,” tegas Fahmy di Jakarta, Jumat (19/1/2024).
BACA JUGA: Patih Gajah Mada Deklarasi Dukung Ganjar-Mahfud MD di Pilpres 2024
Sebelumnya, cawapres bernomor urut 3 di Pilpres 2024 Mahfud MD disebut akan membawakan topik transisi energi yang berkeadilan.
Topik itu merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang termasuk ke dalam program dari Ganjar-Mahfud.
BACA JUGA: Mahfud Kuasai Tema Debat Keempat, Isu Lingkungan Hidup Jadi Fokus
Fahmy menerangkan saat ini pengelolaan energi di Indonesia masih jauh dari keadilan.
"Selama ini, pengelolaan energi itu hampir tidak berkeadilan. Berkeadilan tadi dalam hal penyediaan energi. Itu harus mencapai ketersediaan atau availability dan harga terjangkau," ujar Fahmy.
BACA JUGA: TPN Optimistis Sukarelawan Siap Menangkan Ganjar-Mahfud
Menurut Fahmy, ketersediaan energi idealnya berasal dari sumber daya dalam negeri.
Kendati demikian, impor energi tidak menjadi soal asalkan masih terjangkau oleh masyarakat, seperti dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM).
"Artinya impor tadi tidak diharamkan asal harga terjangkau. Itu prinsip berkeadilan," kata Fahmy.
Fahmy juga menjelaskan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan harus dikembalikan ke konstitusi, yakni Pasal 33 UUD 1945.
Pasal 33 menyatakan pengelolaan sumber daya alam dikuasai negara dan yang penting sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Kalau itu untuk kemakmuran pengusaha bearti ya tidak tepat," ujarnya.
Selain itu, Fahmy menyebut latar belakang Mahfud MD sebagai pakar hukum akan sesuai dengan aturan soal pengelolaan energi.
Pasalnya, pemerintah harus melakukan intervensi terhadap pengelolaan yang memberikan kemakmuran bagi kemakmuran rakyat.
"Saya kira Pak Mahfud tepat juga, bagaimana dasar hukumnya sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam. Dan itu memungkinkan, karena dasarnya konstitusi," ungkapnya.
Fahmy mencontohkan dalam hal batubara harus ada pajak windfall. Sehingga ketika harga komoditas yang melambung tinggi, bukan hanya pengusaha yang menikmati.
"Semestinya ada suatu aturan yang memungut pajak windfall misalnya. Kalau mencapai harga tertentu, maka dipajaki," pungkas Fahmy.
Hak Publik
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur Rere Jambore Christanto mengatakan transisi energi berkeadilan harus dipandang sebagai Hak dan memberi manfaat bagi masyarakat.
“Pilihan kebijakan Paslon Presiden dan Wakil Presiden dalam urusan Transisi Energi Berkeadilan harus berbasis kepada prinsip utama yakni energi harus dipandang sebagai hak, bukan komoditas,” ujar Rere.
Dia menyebut upaya untuk melakukan pemenuhan kebutuhan energi betul-betul ditujukan untuk memajukan hidup, martabat, dan aspirasi sebagian besar masyarakat, tanpa menambah beban baru maupun mengorbankan hak-hak masyarakat atas nama transisi energi.
Salah satu pilihan yang bisa diupayakan adalah untuk membangun energi terbarukan dalam skala lokal, terdesentralisasi dan bisa diadopsi dengan mudah.
“Komunitas warga harus menjadi garda depan dalam pengelolaan energi, untuk itu akses terhadap teknologi, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dalam pengelolaannya harus bisa didapatkan oleh mereka. Sistem energi harus didesain untuk melindungi keanekaragaman hayati, mengokohkan hak atas tanah bagi masyarakat lokal dan adat, serta tidak menciptakan eksploitasi dalam rantai produksi,” tegas Rere.
Senada dengan WALHI, Direktur Eksekutif Yayasan Cerah Agung Budiono memandang pentingnya memperhatikan kebutuhan lokal dalam proses transisi energi.
“Ada prioritas dari Calon Presiden untuk melihat akses energi yang jauh dari energi utama, untuk mengembangkan energi alternatif setempat. Bagaimana? dengan cara memetakan potensi daerah kemudian memberikan dukungan apa yang bisa diberikan dari pemerintah,“ kata Agung.
Dalam perspektif transisi energi berkeadilan, bicara juga demokratisasi energi.
“Bagaimana masyarakat di pelosok diberikan kesempatan untuk memilih energi alternatif. Termasuk mengembangkan energi alternatif berbasis komunitas,” kata Agung.
Sumber energi terbarukan harus bersih, yaitu tidak mencemari lingkungan maupun berkonflik dengan masyarakat sekitar.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari