jpnn.com - jpnn.com - Duet Anies Baswedan-Sandiaga Uno sudah bisa dipastikan bakal lolos ke putaran kedua pilkada DKI Jakarta. Raihan suaranya berada di bawah calon petahana, Basuki T Purnama-Djarot S Hidayat dengan selisih kurang dari tiga persen.
Merujuk pada rekapitulasi formulir C1 atau hasil penghitungan di tempat pemungutan suara (TPS) oleh KPU DKI, Basuki-Djarot meraup 2.357.587 suara atau 42,91 persen dari 5.465.598 suara sah. Sedangkan Anies-Sandi memperoleh 2.200.636 suara atau 40,05 persen. Selisih suara Ahok -panggilan Basuki- dengan Anies adalah 156.951.
BACA JUGA: Hmmm, Ini Kata Roy Suryo soal Suara AHY dan Cuitan SBY
Namun, Partai Gerindra yang mengusung Anies-Sandi masih belum puas dengan hasil rekapitulasi formulir C1 versi KPU DKI. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco, banyak kecurangan dalam pemungutan suara pilkada DKI yang digelar Rabu lalu (15/2).
"Kami melihat adanya celah model kecurangan baru yang sedikit berbeda dengan praktik-praktik kecurangan pada pilkada sebelumnya," ujar Dasco melalui pesan singkat, Minggu (19/2)
BACA JUGA: Yakinlah, PAN Bakal Dukung Anies-Sandi
Salah satu kecurangan yang mengkhawatirkan adalah migrasi pemilih di TPS tertentu. Menurutnya, banyak sekali pemilih yang tidak dikenali warga setempat tapi memaksa memaksa untuk memilih.
Bahkan ada TPS yang masih mengizinkan pencoblosan setelah pukul 13.00. Contohnya adalah video tentang TPS di sebuah pusat perbelanjaan di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
BACA JUGA: Happy Berharap Iklim Politik di Putaran Kedua Kondusif
"Padahal waktu sudah menunjukkan jam 13.15 WIB. Benar atau tidaknya video tersebut harus kita verifikasi bersama," sebut dia.
Praktik kecurangan lainnya adalah politik uang di tingkat TPS. Dasco mengatakan, larangan KPU DKI agar pemilih tidak membawa handphone ke TPS ternyata tak berlaku efektif.
"Foto kertas suara yang dicoblos biasanya digunakan sebagai bukti untuk mendapatkan uang suap," tutur anggota komisi III DPR itu.
Yang tak kalah aneh adalah adanya TPS yang seluruh pemilihnya mencoblos calon tertentu. Padahal pilkada DKI tidak mengenal sistem noken seperti di papua.
"Di Jakarta tidak ada sistem noken, dan masyarakat Jakarta sangat heterogen. Sehingga, nyaris tidak masuk akal jika pasangan calon lain tidak meraih satupun suara," tegasnya.(dna/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raffi Ahmad: Terima Kasih Mas Anies
Redaktur : Tim Redaksi