Ansy Lema Gelar Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan Saat Reses Hari Pertama

Jumat, 17 Juli 2020 – 22:50 WIB
Anggota DPR/MPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mengisi hari pertama masa serap aspirasi atau Reses pada Jumat (17/7/2020) dengan melakukan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR/MPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mengisi hari pertama masa serap aspirasi atau Reses pada Jumat (17/7/2020) dengan melakukan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan.

Sosialisasi bertajuk “Pancasila dalam Tindakan: Gotong Royong di Era Pandemi Covid-19,” dilakukan dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Sosialisasi dilakukan secara virtual, Ansy Lema di Jakarta, sementara narasumber lainnya dan peserta diskusi di gedung DPD NTT di Kupang.

BACA JUGA: Ansy Lema: Apa Kabar Kasus Korupsi Bawang Merah di Malaka?

Sosialisasi menghadirkan tiga pemateri yakni Ansy Lema, Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Dr. Philipus Tule, SVD dan Akademisi Universitas Muhamadyah Kupang Dr Ahmad Atang.

Peserta diskusi adalah perwakilan mahasiswa Timor, Lembata, Ende, Ngada, Nagekeo, Manggarai, dan Sumba Timur yang sedang kuliah di Kupang. Diskusi diselilingi petikan sasando oleh Vivian Tjung, Juara 1 Nasional Putri Duta Wisata Indonesia tahun 2017, yang memainkan lagu kebangsaan seperti lagu Ibu Pertiwi dan Pancasila Rumah Kita.

BACA JUGA: Awas! Pasukan Elite TNI AL Mulai Bergerak dan Menceburkan Diri ke Laut, Ada Apa?

4 Konsensus Kebangsaan

Ansy menjelaskan bahwa sebagai anggota MPR, ia memiliki tugas konstitusional untuk memberikan pemahaman nilai-nilai luhur yang terdapat dalam 4 Konsensus Kebangsaan: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

BACA JUGA: Tolak RUU HIP, Syaifuddin: Pancasila Ideologi Bangsa Bersifat Final dan Harga Mati

Dia mengaku selalu melakukan sosialisasi kepada para mahasiswa karena mahasiswa adalah agen pembaruan, transformator bangsa sekaligus calon pemimpin masa depan.

Menurut Ansy, sejak dicetuskan Soekarno pada 1 Juni 1945, Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar dan ideologi negara, pemersatu bangsa, pandangan hidup, dan falsafah kebangsaan. Dalam hierarki hukum ketatanegaraan, Pancasila menempati kedudukan tertinggi dalam ideologi negara. Karena itu, Ansy secara tegas dan lugas membantah tuduhan bahwa RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) akan diganti menjadi ekasila.

“Siapa yang mengatakan bahwa RUU HIP akan mengganti Pancasila menjadi ekasila? Ini pandangan yang sembrono. Pancasila adalah ideologi negara, sumber dari segala hukum. Dalam hierarki hukum ketatanegaraan, kedudukan ideologi Pancasila adalah paling tinggi. Di bawahnya baru Konstitusi dan Undang-Undang. Bagaimana mungkin Pancasila bisa diubah melalui RUU HIP? UU tidak bisa mengubah dasar negara Pancasila,” ujar Ansy.

Ketiga pilar UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika juga sangat penting dalam tatanan kenegaraan Indonesia. Dalam UUD 1945 terkandung tujuan negara Indonesia merdeka, yakni pemerdekaan dari kemiskinan, kebodohan, dan ketimpangan menuju terciptanya kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan.

Indonesia adalah negara ribuan pulau yang disatukan secara integral dalam bangunan NKRI sebagai satu bagian integral. Karena itu pembangunan nasional tidak hanya memberikan jaminan rasa aman, tetapi kemakmuran dan keadilan bagi seluruh Indonesia.

“Karena itu realitas Indonesia yang plural dan multikultural harus senantiasa menjadi aset berharga yang harus dilestarikan. Pilar Bhineka Tunggal Ika harus mendesak kita untuk menjadikan perbedaan sebagai ajang yang merekatkan, bukan meretakkan. Mari terus hidupkan semangat Sumpah Pemuda 1928, di mana para pemuda berkomitmen menyatukan kebhinekaan dalam harmoni kebangsaan. Berbeda dalam persatuan, bersatu dalam perbedaan,” lanjut Ansy.

Politikus muda PDI Perjuangan tersebut mengingatkan bahaya radikalisme dan intoleransi terhadap keutuhan NKRI. Menurut Ansy, survei menunjukkan adanya perkembangan warga negara Indonesia yang terpapar radikalisme dan intoleransi. Tidak hanya menyasar masyarakat bawah, agenda radikalisme juga telah bersarang di kalangan masyarakat terpelajar, termasuk dunia kampus.

“Radikalisme kini telah menyerang kaum terpelajar, termasuk dunia kampus. Survei Setara Institute tahun 2019 menemukan banyak dosen-mahasiswa 10 perguruan tinggi negeri terkemuka terpapar radikalisme. Survei UIN Jakarta menyebut 33 persen guru setuju diadakan perang untuk pendirian negara Islam. Bahkan, survei mencatat radikalisme dan penolakan kepada Pancasila beredar di kalangan PNS dan TNI, yakni 19,4 persen PNS (2017), dan 3 persen TNI (2019),” tambahnya.

Oleh karena itu, mantan dosen ini mengajak para mahasiswa untuk menjaga Pancasila dari ancaman sekaligus mewujudkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi, penyebaran radikalisme cenderung lebih mudah menyasar para pemuda ataupun para pelajar. Maka perlu ada upaya mewujudkan “Kampus Pancasila”, yakni ekosistem pendidikan kampus yang mengintegrasikan pengajaran Pancasila dalam pembelajaran di kelas maupun praktik di luar.

Pancasila Dalam Tindakan di Era Pandemi Covid-19

Pada kesempatan itu, Ansy menekankan Pancasila dengan semangat gotong royong adalah kunci bagi Indonesia menghadapi Pandemi Covid-19. Penanggulangan Covid-19 membutuhkan kerja sama dan gotong royong seluruh komponen bangsa. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, DPR, hingga masyarakat dan generasi muda harus bergotong royong. Solidaritas kebangsaan akan menyelamatkan Indonesia dari dampak Covid-19.

“Covid-19 melahirkan gotong royong kemanusiaan. Pancasila diwujudkan dalam bentuk kerja nyata, yaitu semangat gotong-royong setiap elemen masyarakat untuk membantu sesama. Kemanusiaan harus menjadi dasar solidaritas. Saya yakin, ini adalah kunci bagi Indonesia untuk mampu bertahan menghadapi dampak luar biasa pandemi Covid-19,” lanjutnya.

Sebagai anggota Komisi IV, Ansy terlibat bergotong royong dengan mendesak agar negara hadir untuk membantu masyarakat kecil yang membutuhkan, khususnya bagi petani dan nelayan kecil-tradisional. Saat ini masyarakat membutuhkan bantuan langsung yang sifatnya cepat dan tepat sasar. Maka dalam kesempatan sidang di DPR, ia sering menyuarakan agar setiap kebijakan realokasi-refocusing anggaran mitra Komisi IV dan biaya penanganan Covid-19 yang dikeluarkan APBN sebesar Rp. 695,20 Triliun harus diperiksa, diteliti, agar tepat sasaran.

“DPR melakukan fungsi pengawasan terhadap implementasi kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk penanganan Covid-19. Tujuannya adalah bantuan yang diberikan pemerintah secara nyata benar-benar hadir di tengah masyarakat dan tepat sasaran. Misalnya, dalam rapat baru-baru ini saya meminta agar kementerian segera mempercepat realisasi anggaran untuk membantu masyarakat,” ujar anggota Banggar DPR RI ini.

Dr Philipus Tule, SVD dalam paparannya menampilkan konteks NTT sebagai inspirasi untuk bergotong-royong di tengah pandemi. Konsep gotong royong yang disebut Bung Karno pada 1 Juni 1945 adalah wacana yang muncul dari pinggiran, yang salah satunya ditemukannya dalam pembuangannya di Ende-NTT. Aneka budaya NTT memiliki kekayaan narasi gotong royong yang sangat inspiratif untuk menangani berbagai dampak Covid-19.

Sementara itu, Dr Ahmad Atang menekankan pentingnya kehadiran negara untuk melayani masyarakat. Saat ini masyarakat membutuhkan bantuan; banyak yang terancam kelaparan. Tindakan cepat perlu diberikan untuk membantu mereka. Indonesia sangat beruntung memiliki Ideologi Pancasila dan semangat gotong royong sebagai modal sosial (social capital) untuk membawa Indonesia keluar dari berbagai kesulitan akibat pandemi Covid-19.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler