Antara Latte Factor Generasi Milenial dan Kepemilikan Properti

Rabu, 30 Oktober 2019 – 00:28 WIB
Ilustrasi perumahan. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Generasi milenial tanpa sadar kerap terkena latte factor. Istilah itu mengacu pada pengeluaran kecil yang bisa dihilangkan, tetapi rutin dikeluarkan dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, kongko di kedai kopi kekinian dan memesan makanan via aplikasi walaupun jaraknya tidak jauh.

BACA JUGA: Pengembangan Wirausaha Properti Ikut Dongkrak Bisnis Perumahan BTN

Latte factor tidak hanya mengenai kopi, tetai juga berbagai pengeluaran lainnya yang tidak disadari.

Misalnya, membeli air mineral kemasan, belanja camilan, biaya transfer antarbank hingga biaya top-up uang elektronik.

Latte factor memang lebih banyak menjangkiti kaum milenial. Mereka adalah generasi yang sudah terbiasa dengan kecanggihan teknologi lalu diikuti makin mudahnya berbagai akses kebutuhan hidup melalui gadget.

Kondisi itu menjadikan mereka lebih gampang mengeluarkan uang hanya untuk eksistensi di media sosial, ikut-ikutan tren atau memuaskan nafsu belanja yang disesali kemudian.

Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani menjelaskan, latte factor bisa muncul dengan mudah hanya karena kebiasaan, tekanan sosial hingga kontrol diri yang lemah.

“Tanpa disadari latte factor menggerogoti penghasilan hingga sulit untuk menabung apalagi berinvestasi,” ujarnya, Selasa (29/10).

Lalu adakah kaitan dengan rendahnya minat kaum milenial untuk membeli properti?

Sebagai bagian dari investasi jangka panjang, properti tampaknya belum tertanam dalam pola pikir maupun mindset generasi milenial.

Mereka tidak menyadari bahwa properti tidak hanya berfungsi sebagai instrumen investasi, tetapi juga kebutuhan pokok.

Dengan banyaknya latte factor hingga faktor lainnya seperti tren traveling dengan tujuan eksplorasi berbagai tempat selagi muda makin menjauhkan generasi milenial dari motif memiliki rumah.

Berdasarkan house price to annual income ratio atau harga rumah berbanding pendapatan per tahun, harga properti yang sebaiknya dibeli maksimal tiga kali dari penghasilan tahunan.

Melihat hal tersebut, Grant Thornton Indonesia menyarankan kepada generasi milenial untuk menemukan latte factor.

Setelah itu mencatat pengeluaran harian sejak mulai beraktivitas dan telusuri apa saja pengeluaran yang tidak penting.

Selanjutnya melakukan efisiensi dan mulai fokus pada kebutuhan pokok untuk membentuk kondisi finansial yang lebih stabil.

“Apabila pengeluaran untuk latte factor ini bisa dikontrol dan diminimalkan, tentu ada potensi dana yang bisa ditabung untuk down payment properti impian atau diinvestasikan di instrumen lainnya,” ujar Johanna. (jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler