Rendahnya penyaluran KUR untuk sektor pertanian, kata Agung, disebabkan ada stigma bahwa sektor pertanian kumuh dan banyak risiko. Sehingga menjadi tidak bankable. Oleh karena itu, pinta dia, harus ada perbaikan produk perbankan yang lebih inovatif. Data Bank Indonesia menunjukkan, total penyaluran KUR perbankan pada 2012 mencapai Rp 2,7 triliun. Namun hanya 7,73 persen disalurkan untuk pertanian. Sedangkan, yang disalurkan ke sektor perdagangan 47,28 persen.
’’Perbankan harus lebih berani merangkul resi gudang, yang selama ini dinahkodai oleh Kementerian Perdagangan. Misalnya melalui asuransi tanaman agar dihidupkan lagi dan lebih beroperasional di lapangan. Inilah barangkali yang sekaligus menjadi alasan atau tujuan Pertani menggelar diskusi panel,’’ papar Agung ketika menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar PT Pertani di auditorium Graha Gabah PT Pertani, kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (12/2).
Indonesia sebagai negara agraris, lanjut Agung, ironis kalau petaninya masih dipandang sebelah mata. Sehingga para petani sangat sulit mendapatkan kredit dari perbankan.
’’Petani sangat perlu sekali lembaga keuangan dan perbankan untuk memberikan modal untuk pekerjaan. Sedangkan skim pembiayaan untuk petani bisa dilakukan melalui subsidi bunga, kredit pangan. Pertani juga menginginkan ada asuransi tanaman bagi petani. Ini sangat dibutuhkan bila ada risiko gagal panen karena perubahan cuaca ataupun karena hama. Kita ingin agar petani tidak rugi, kita usulkan ada asuransi tanaman. Asuransi ini bertujuan bila terjadi gagal panen para petani dapat gantinya,’’ usulnya.
Bank Indonesia mengakui dari Rp 526,4 triliun kredit untuk UKM, penyaluran KUR terbesar ke sektor perdagangan mencapai 47,2 persen. Sedangkan penyaluran KUR ke sektor pertanian hanya 7,73 persen atau sebesar Rp 40,70 triliun.
Direktur Pengembangan Departemen Kredit, BPR ,dan UKM BI Santoso Wibowo mengatakan, dari Rp 40,70 triliun untuk sektor pertanian, sebanyak 56,29 persen disalurkan ke sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan tebu. Sedangkan untuk sektor pangan hanya delapan persen, holtikultura mencapai enam persen dan peternakan sebesar 17,94 persen.
’’Rendahnya penyaluran kredit di sektor pertanian karena sektor ini dinilai pihak perbankan memiliki risiko tinggi sehingga perlu sikap kehati-hatian yang cukup tinggi. Alasan perbankan enggan menyalurkan kredit ke sektor pertanian, karena di sektor ini sering terjadinya gagal panen, fluktuasi harga dan faktor cuaca,’’ jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, sangat sulit menghitung cash flow secara akurat dan tidak memiliki jaminan yang memadai. Untuk pemberian kredit perbankan memiliki prinsip kehati-hatian karena dana yang akan digunakan pertanian adalah uang yang dihimpun dari masyarakat. (ers)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Interkoneksi Jawa-Sumatera Rampung 2017
Redaktur : Tim Redaksi