Lombok Audax kembali digelar untuk kali ketiga mulai Sabtu (31/3) hingga kemarin (1/4). Kali ini lintasan yang disiapkan sejauh 400 kilometer mengelilingi separo Pulau Lombok. Wartawan Jawa Pos AGUNG PUTU ISKANDAR dan fotografer BOY SLAMET melaporkan dari lokasi lomba.
AUDAX merupakan event sepeda yang berdiri di antara balapan dan fun bike. Peserta tidak mau event yang mereka ikuti disebut balapan karena mereka tidak beradu cepat menuju finis.
Tapi, mereka juga tidak mau disebut fun bike karena memiliki target untuk bisa menaklukkan medan yang menantang dan jarak tempuh yang jauh. Panitia menetapkan batas kecepatan minimal dan kecepatan maksimal yang harus ditaati peserta. "Audax lebih merupakan event sepeda untuk menguji ketahanan peserta," kata perancang Lombok Audax Axel Moeller.
Sejatinya, jalur yang ditempuh sepanjang 400 kilometer. Namun, karena jembatan di Kabupaten Lombok Timur putus karena banjir bandang, panitia mengubah rute dan jaraknya. Hari pertama berjarak tempuh 183 kilometer, sedangkan hari kedua dengan jarak 178 kilometer. Total peserta menempuh jarak 361 kilometer. Setiap peserta diberi batas kecepatan, yakni minimal 22,5 kilometer per jam dan maksimal 30 kilometer per jam.
Lombok Audax kali ini lebih ramai daripada penyelenggaraan sebelum-sebelumnya. Jika tahun lalu peserta kurang dari 100 orang, kali ini peserta membeludak hingga 380 orang. Bahkan, sampai last minute pendaftaran, masih banyak peserta yang ingin menjajal tantangan berat lintasan Pulau Lombok.
Gaung Lombok Audax kali ini memang heboh. Berita tentang event tahunan tersebut bahkan sampai ke Singapura dan beberapa negara lain. Karena itu, tak heran jika peserta tidak hanya didominasi pesepeda domestik. Ada juga yang datang dari Amerika Serikat, Italia, Singapura, dan Australia.
"Saya pernah mencoba Audax di Bintan. Terus, saya dengar ada di Lombok, makanya saya ingin mencoba tantangan ini," kata Choonwei Tay, bike fitting professional di Singapura.
Sejumlah tokoh ikut bergabung dengan para penggemar berat road bike tersebut. Di antaranya, Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Direktur Business Banking Bank Nasional Indonesia (BNI) Krisna Suparto, pengacara Partahi Simbolon, dan Emil Arifin, anak almarhum Menteri Koperasi Bustanil Arifin.
Krisna Suparto tidak berangkat seorang diri. Dia mengajak sejumlah jajarannya untuk ikut gowes jarak jauh itu. Bahkan, dia mengajak ajudannya untuk mengawal perjalanannya dengan mobil pribadi. Satu unit mobil dinas BNI juga ikut mengawal sang bos.
Sementara itu, Emirsyah rencananya baru ikut gowes hari ini (1/4). "Pak Emir kayaknya tidak mau ngoyo. Dia gowes sekaligus wisata kuliner besok itu," kata Anto Harbriyanto, rekan Emirsyah di komunitas sepeda Apache Bikers, lantas tersenyum.
Apache Bikers merupakan komunitas pesepeda yang dipimpin Emirsyah. Dalam Lombok Audax, komunitas yang bermarkas di Cibubur itu ingin turun dengan nama Apache. Namun, agar lebih spesifik beranggota para penggemar road bike, mereka mengusung nama baru: Roadies. "Padahal, isinya juga orang-orang Apache," kata Anto.
Di Lombok Audax, Roadies membawa 65 anggota rombongan. Lima belas orang di antaranya membuat acara dan jalur sendiri di luar Audax. Sisanya mengikuti semua event sampai tuntas.
Anto menuturkan, untuk mengikuti event tersebut, Roadies menyiapkan selama tiga bulan sebelumnya. Setiap Selasa dan Kamis mereka menggowes sepeda di berbagai lintasan. Mulai Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta Timur hingga ke Sirkuit Sentul.
Pada hari-hari tertentu, mereka menyewa sirkuit tersebut bersama anggota lain agar bisa menggenjot sepeda dengan kecepatan konstan tanpa terganggu kemacetan lalu lintas serta jalan rusak. "Jangan sampai ketika di sini kita loyo," ujarnya.
Antusiasme peserta memang beralasan. Sebab, bukan hanya jarak yang lumayan jauh, kondisi medan di Pulau Lombok juga benar-benar menantang. Hanya beberapa meter dari garis start di Hotel Holiday Resort, Pantai Senggigi, peserta sudah diajak menanjak dengan kemiringan hingga 45 derajat sepanjang lebih dari 3 kilometer. Setelah itu, mereka langsung meluncur di turunan curam. Model lintasan tersebut terus berulang hingga empat kali.
Para peserta juga menelusuri lintasan pinggir pantai-pantai cantik di Lombok. Mulai Lombok Barat hingga Lombok Utara. Altitude alias ketinggian lintasan juga terus bervariasi. Jika di Lombok Barat dan Lombok Utara menyisir pantai di dataran rendah, jalur menjelang Lombok Timur terus menanjak naik ke dataran tinggi. Sebab, jalanan tersebut mengarah ke arah pendakian Gunung Rinjani.
Jalur menjelang Lombok Timur adalah jalur yang paling "menyiksa". Kontur daratan terus naik, kemudian menukik tajam menurun. Tanjakan memanjang hingga 10 kilometer. "Tanjakan di situ memang terkenal. Tanjakan tajam kemudian menukik turun. Ini seperti roller coaster," kata Axel Moeller.
Seluruh peserta penuh semangat menggenjot road bike. Saking semangatnya, rantai sepeda milik Ketua Surabaya Road Bike Community (SRBC) Teddy Moelijono sampai putus. Tapi, Teddy tidak menyerah. Dia memperbaikinya sendiri hingga bisa bablas sampai finis.
"Saya terlalu bersemangat. Mestinya harus diatur dulu semangatnya," ungkap Teddy yang berangkat bersama 12 anggota SRBC.
Meski begitu, sebagian besar peserta mengeluhkan kinerja panitia. Tidak banyak kru yang dilibatkan di lapangan.
Akibatnya, ketika banyak peserta yang memerlukan pertolongan, tidak ada yang membantu. Apalagi, di sejumlah tikungan terdapat pasir lembut yang membuat peserta berjatuhan karena terpeleset.
Meski kebanyakan jalannya mulus, ada pula rute yang jalannya rusak. Bahkan, di kawasan Pawenang, jalur aspal mulus itu sempat terputus dengan jalur kerikil sepanjang 3 kilometer. "Untung bannya tidak meletus di situ," ungkap Anto Harbriyanto.
Antusiasme juga dirasakan Amedeo Paroldo. Pesepeda asal Italia itu merupakan peserta tertua. Usianya 74 tahun. Tapi, dia tetap bersemangat melahap seluruh rute Audax. Bagi dia, bersepeda sudah menjadi bagian dari hidup, selain olahraga layar yang digemari.
Pada hari pertama kemarin, pria sepuh yang akrab dipanggil Amedeo tersebut tidak terlihat mengeluh. Teknik bersepeda yang dia tunjukkan juga tak kalah oleh mereka yang masih muda. Bahkan, dalam setiap tanjakan, Amedeo hampir tidak pernah turun dari sepeda.
"Orang sudah tua seperti saya, apa lagi yang harus dikejar. Yang penting kita lakukan semuanya sampai finis," katanya bersemangat.
Saat muda, Amedeo merupakan atlet nasional cabang layar. Dia menjadi wakil Italia pada kurun 1980"1995 di berbagai kejuaraan perahu layar internasional. Dia beberapa kali ikut olimpiade mewakili negaranya. Setelah sukses meraih beberapa gelar, Amedeo lantas ke Indonesia untuk menekuni olahraga bersepeda selain berbisnis.
Dia sehari-hari tinggal di Lombok dan Bali. Di Lombok, dia masih menyimpan perahu layar kecil untuk keperluannya bila sewaktu-waktu ingin pergi ke Bali via laut. Dia sangat gembira bahwa Lombok akhirnya memiliki event Audax. Sebab, olahraga paling cocok di Lombok adalah bersepeda karena jalan-jalannya sangat mulus dan masih sepi.
Lelaki kelahiran Venesia itu mengaku rutin berlatih untuk menghadapi Lombok Audax. Meski sudah berumur, tidak berarti standar bersepeda dirinya harus diturunkan. Sebelumnya, Amedeo juga ikut event sepeda di Bintan dan Bali.
"Untunglah saya menekuni sepeda pada usia 40 tahun. Saya punya banyak waktu untuk belajar. Untung juga saya menekuninya di Indonesia. Banyak waktu, tempat, dan pemandangan yang indah. Saya mencintai negeri ini melebihi negara saya," tegasnya. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Youk Tanzil: Pengusaha yang Gila Petualangan Alam, Naik Gunung Gunakan Kruk
Redaktur : Tim Redaksi