MAKASSAR – Pengamat politik Universitas Hasanudin (Unhas), Hasrullah menilai gerakan feminisme yang dilakukan sejumlah kandidat perempuan di ajang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) selalu menawarkan sesuatu yang baru dibanding kandidat wajah lama yang miskin prestasi. Apalagi, jika gerakan feminisme yang dilakukan kandidat perempuan tersebut benar-benar nyata dan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
”Banyak nilai lebih yang dimiliki kandidat perempuan. Selain memang mereka memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap berbagai persoalan di masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, keindahan dan lingkungan hidup," kata Hasrullah, Senin (8/4).
Kepekaan inilah menurut Hasrullah menjadikan peluang bagi perempuan untuk bisa menang dalam Pemilukada. Selain karena faktor pemilih lebih didominasi oleh kaum perempuan.
"Contoh nyata adalah kepemimpinan Tri Rismaharini di Kota Surabaya. Menurut penilaian saya, sejak dipimpin Tri Rismaharini, Kota Surabaya jadi lebih tertata apik dan indah,” papar Hasrullah.
Hal yang sama juga terjadi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang rencananya akan digelar 18 September 2013 mendatang. Sejumlah nama kandidat sudah bermunculan. Meski, wajah lama masih mendominasi, namun nama-nama baru dari kandidat perempuan pun bermunculan.
Salah satunya adalah Apiaty Amin Syam, istri mantan Gubernur Sulsel Amin Syam. Dan Amin Syam dikenal sebagai mantan gubernur yang memiliki massa grassroot yang loyal hingga kini. yang dikenal aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan. Terhitung, ada 21 organisasi yang diketuai Apiaty di tingkat Provinsi Sulsel. Di antaranya Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan (BK3S), Yayasan Amal Bakti Ibu (YABI) dan Himpunan Wanita Karya (HWK Golkar). Bahkan, Apiaty memiliki kemiripan dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Yakni sama-sama mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Biasanya, menurut Hasrullah, kandidat perempuan yang mampu mengkomunikasikan ide dan gagasan yang dikemas dalam program riil terkait gerakan feminisme akan jauh lebih berpeluang meraih suara besar ketimbang wajah-wajah lama yang biasanya sudah membuat masyarakat ’gerah’ untuk memilihnya kembali.
”Namun dengan catatan, harus memiliki pendekatan persuasif dan program riil yang matang sehingga bisa dirasakan langsung oleh masyarakat yang akan memilihnya. Karena jika tidak, tidak akan menjadi kuda hitam,” katanya.
Menurut Hasrullah, Apiaty sendiri bisa menjadi kuda hitam di Pilkada Kota Makassar. Alasannya karena dia berpengalaman sebagai pejabat di birokrasi dan memiliki jaringan kuat di Sulsel. Selain itu, dia juga sudah menunjukan kiprahnya sebagai kaum perempuan yang aktif memperjuangkan kemanusiaan serta feminisme.
”Namun, itu baru track record. Berikutnya, tinggal bagaimana dia mampu membangun komunikasi politik yang baik kepada masyarakat sehingga masyarakat yakin akan memilih dirinya,” ujar dosen Komunikasi Politik Unhas ini. (awa/jpnn)
”Banyak nilai lebih yang dimiliki kandidat perempuan. Selain memang mereka memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap berbagai persoalan di masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, keindahan dan lingkungan hidup," kata Hasrullah, Senin (8/4).
Kepekaan inilah menurut Hasrullah menjadikan peluang bagi perempuan untuk bisa menang dalam Pemilukada. Selain karena faktor pemilih lebih didominasi oleh kaum perempuan.
"Contoh nyata adalah kepemimpinan Tri Rismaharini di Kota Surabaya. Menurut penilaian saya, sejak dipimpin Tri Rismaharini, Kota Surabaya jadi lebih tertata apik dan indah,” papar Hasrullah.
Hal yang sama juga terjadi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang rencananya akan digelar 18 September 2013 mendatang. Sejumlah nama kandidat sudah bermunculan. Meski, wajah lama masih mendominasi, namun nama-nama baru dari kandidat perempuan pun bermunculan.
Salah satunya adalah Apiaty Amin Syam, istri mantan Gubernur Sulsel Amin Syam. Dan Amin Syam dikenal sebagai mantan gubernur yang memiliki massa grassroot yang loyal hingga kini. yang dikenal aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan. Terhitung, ada 21 organisasi yang diketuai Apiaty di tingkat Provinsi Sulsel. Di antaranya Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan (BK3S), Yayasan Amal Bakti Ibu (YABI) dan Himpunan Wanita Karya (HWK Golkar). Bahkan, Apiaty memiliki kemiripan dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Yakni sama-sama mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Biasanya, menurut Hasrullah, kandidat perempuan yang mampu mengkomunikasikan ide dan gagasan yang dikemas dalam program riil terkait gerakan feminisme akan jauh lebih berpeluang meraih suara besar ketimbang wajah-wajah lama yang biasanya sudah membuat masyarakat ’gerah’ untuk memilihnya kembali.
”Namun dengan catatan, harus memiliki pendekatan persuasif dan program riil yang matang sehingga bisa dirasakan langsung oleh masyarakat yang akan memilihnya. Karena jika tidak, tidak akan menjadi kuda hitam,” katanya.
Menurut Hasrullah, Apiaty sendiri bisa menjadi kuda hitam di Pilkada Kota Makassar. Alasannya karena dia berpengalaman sebagai pejabat di birokrasi dan memiliki jaringan kuat di Sulsel. Selain itu, dia juga sudah menunjukan kiprahnya sebagai kaum perempuan yang aktif memperjuangkan kemanusiaan serta feminisme.
”Namun, itu baru track record. Berikutnya, tinggal bagaimana dia mampu membangun komunikasi politik yang baik kepada masyarakat sehingga masyarakat yakin akan memilih dirinya,” ujar dosen Komunikasi Politik Unhas ini. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lompat Naik Mobil, Roy Suryo Ogah Dibantu
Redaktur : Tim Redaksi