APNIPER For Sustainability Usulkan 3 Hal untuk Hilirisasi Nikel yang Berkelanjutan

Kamis, 11 Mei 2023 – 20:39 WIB
APNIPER mengusulkan empat solusi agar hilirisasi nikel berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia memiliki cadangan nikel besar yakni 52 persen dari total seluruh dunia.

Pemerintah Indonesia pun telah melakukan berbagai upaya agar sumber daya alam tersebut terkelola dengan baik.

BACA JUGA: Dorong Konservasi Nikel, APNIPER for Sustainability Susun Peta Jalan Mineral ke Metal

Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Nikel Perjuangan (APNIPER) Achyar Al Rasyid menilai sejak diberlakukan pelarangan ekspor biji nikel pada 1 Januari 2020, terjadi butterfly effect yang positif terhadap sirkulasi hilirisasi hikel.

Termasuk penyerapan tenaga kerja, pendapatan pajak, dan keberlangsungan investasi.

BACA JUGA: Indonesia Raja Nikel, Ceria Percaya Diri Garap Baterai Kendaraan Listrik

Namun, adanya penurunan permintaan stainless steel global yang menjadi tantangan baru bagi industri nikel.

Di sisi lain, melimpahnya cadangan ore nikel tidak diikuti dengan penyerapan daya beli smelter pemurnian nikel. Mengingat banyak smelter di Indonesia menggunakan teknologi Rotary Kiln electric Furnacae (RKEF) untuk mengolah ore nikel kadar tinggi (saprolite).

BACA JUGA: Bamsoet: Nikel Harta Karun Berharga Bangsa Indonesia, Manfaatkan Sebesar-besarnya

Penurunan permintaan stainless steel global mempengaruhi daya beli smelter terhadap ore nikel di mana ber-efek juga kepada para penambang.

Beberapa smelter memilih untuk mengurangi pembelian ore nikel demi menjaga stabilitas cashflow.

“Hal ini memerlukan langkah-langkah terobosan yang dilakukan untuk menjaga keberlanjutan saat ini, karena pengurangan penyerapan ore nikel oleh smelter nikel menyebabkan para pelaku usaha tambang juga mengalami penurunan dan kesulitan produksi," ungkap Achyar dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis (11/5).

Menurutnya, perlu langjah untuk menurunkan ongkos produksi dari smelter nikel. Adapun cost produksi smelter nickel terbesar itu ada pada energi, yaitu batu bara. Harga pokok produksi Nickel Pig Iron (NPI) sebagai salah satu kandungan di dalam stainless steel. Batu bara digunakan untuk memanaskan tungku pembakaran ore nickel.


"Ketersediaan batu bara nasional dan harga yang kompetitif sangat krusial untuk menjaga sustainabilitas industri nickel tanah air,” ujar Achyar.

Pasca penetapan (domestic market obligation) DMO 25 persen, ditetapkan harga jual batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik demi Kepentingan Umum sebesar USD 70 (tujuh puluh dollar Amerika Serikat) per metrik ton Free On Board (FOB) Vessel, sementara untuk harga industri lainnya tidak mengalami “spesialisasi”.

Hal ini yang memengaruhi harga pokok produksi Nickel Pig Iron (NPI) meningkat. Namun, apabila terdapat penyetaraan harga antara untuk tenaga listrik dan industri pemurnian nikel (smelter), merupakan solusi untuk menekan harga pokok produksi.

Oleh karena itu, Achyar mengusulkan empat solusi untuk keberlanjutan industri nikel.

Pertama adalah, pemerintah perlu memberlakukan harga jual batu bara untuk smelter nikel dalam negeri dengan harga yang sama untuk penyediaan tenaga listrik, yaitu sebesar 70 USD per metrik ton FOB Vessel.

Kedua, APNIPER For Sustainability berpandangan bahwa Surat Edaran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 2.E/MB.04/MEM.B/2023 Tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel Dalam Basis Free On Board (FOB) perlu dijalankan secara konsisten.

“Ketiga, pemerintah harus memastikan betul betul sistem FOB berjalan, agar ada kepastian bagi para pelaku usaha pertambangan dalam melakukan jual beli ore nickel”, Achyar.

Kemudian, keempat adalah memecahkan persoalan shipping cost yang tinggi dalam proses distribusi ore nikel.

Sebab, terjadi karena biaya sewa kapal tongkang yang naik pasca kenaikan harga minyak dunia pada oktober 2022 lalu menjadi rata-rata ICP pada Oktober 2022 mencapai USD 89,10 per barel, naik sebesar USD 3,03 per barel dari USD 86,07 per barel pada September 2022.

Kemudian, pada Februari 2023 ditetapkan rata-rata ICP sebesar USD 79,48 per barel.

APNIPER For Sustainability menghimbau dan menyerukan kepada para pelaku usaha shipping untuk mau menyesuaikan harga ini.

Achyar mengingatkan masing-masing pihak perlu berkontribusi agar keberlanjutan ekosistem hilirisasi industri ini dapat terjaga.

"Poin ini harusnya menjadi concern para stakeholder dan pemerintah untuk mengatur melaui regulasi terkait biaya sewa kapal tongkang, guna menjaga sustainabilitas industri nikel tanah air," ujar Achyar.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler